"Kalau untuk (mengurusi) pendidikan dasar, menengah, SMK, itu barangkali tidak akan ada banyak masalah. Tapi kalau yang pendidikan tinggi itu saya yang agak khawatir, karena beliau bukan berasal dari dunia perguruan tinggi," ujar Koentjoro, Kamis (24/10/2019).
Koentjoro mempertanyakan apakah Nadiem mengerti persoalan yang sedang dihadapi perguruan tinggi. Apalagi, lanjutnya, banyak persoalan pendidikan tinggi tanah air yang selama ini belum berhasil diselesaikan bahkan oleh menteri-menteri terdahulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait jurnal terindex scopus, Koentjoro juga mempertanyakan apakah Kemendikbud era Nadiem masih akan menggunakan scopus sebagai patokan atau tidak. "(Atau) apakah kita akan menggunakan rezim yang nonscopus seperti di Jerman?" tanyanya.
Selain itu, Koentjoro juga khawatir Nadiem akan diperalat oleh pembantunya mengingat pengalamannya mengurusi pendidikan tinggi sangat minim. Untuk itu Koentjoro mengingatkan supaya Nadiem tak salah memilih bawahan-bawahannya.
"Sekarang yang menjadi persoalan adalah kalau orang yang di bawahnya itu lebih mengandalkan pemikirannya dia, bukan pemikirannya Pak Nadiem, itu yang sangat berbahaya. Karena justru Pak Nadiem yang diperalat, itu yang saya takutkan," tuturnya.
Agar hal itu tak terjadi, Koentjoro menyarankan supaya Nadiem sering berkomunikasi langsung dengan perguruan tinggi - perguruan tinggi di Indonesia. Cara itu diyakini efektif bagi Nadiem untuk menyerap dan mengetahui problem di akar rumput.
"Pak Nadiem juga (harus) lebih sering berkomunikasi ke bawah dalam artian sering berkomunikasi dengan forum-forum, seperti forum guru besar, forum senat. Sehingga bisa mendengarkan (mengetahui) persoalan-persoalan di bawah itu seperti apa," tutupnya.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini