"Masih ada potensi, diperkirakan 1-2 hari ke depan," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Semarang Iis W Harmoko kepada wartawan, Selasa (22/10/2019).
"Secara umum di daerah pegunungan dan dataran tinggi serta daerah-daerah dengan vegetasinya kurang," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Munculnya tekanan rendah di sekitar Teluk Benggala memicu angin timuran pada lapisan atas bergerak lebih kencang dari beberapa hari sebelumnya," kata Subarkah.
Ia mengatakan, berdasarkan data pengamatan udara atas pada lapisan 5.000 kaki atau 1.500 meter dari Stasiun Meteorologi di Jawa Tengah pada 21 Oktober 2019, Stasiun Meteorologi Semarang mencatat kecepatan angin sebesar 74 km/jam, Stasiun Meteorologi Tegal mencatat sebesar kecepatan angin 63 km/jam, dan Stasiun Meteorologi Cilacap sebesar 45 km/jam.
"Dengan kecepatan seperti ini, angin dapat menerbangkan material ringan apabila melintasi daerah berpasir atau tanah kering," jelasnya.
Selain itu, ada faktor nonmeteorologis lainnya, yaitu adanya kebakaran lahan di daerah pegunungan. Dari beberapa faktor tersebut, Subarkah menyebut faktor cuaca lokal memainkan peran cukup signifikan sebagai respons atas peningkatan kecepatan angin di lapisan atas, pada lokasi tertentu di pegunungan, angin lapisan troposfer bawah yang kuat bisa menguatkan respons sirkulasi lokal berupa angin lembah dan angin gunung.
"Sehingga masyarakat yang berada di daerah pegunungan beberapa hari ini yang paling merasakan terjadinya angin kencang dengan membawa material debu atau asap kebakaran lahan tersebut," pungkasnya.
Untuk diketahui, dua hari terakhir angin kencang melanda sebagian Jawa Tengah, antara lain di Wonosobo, Banjarnegara, Brebes, Magelang, dan lainnya. Lebih dari 1.000 rumah terdampak bahkan ada yang mengalami rusak berat.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini