Hong Kong -
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam menyebut kemungkinan adanya intervensi China untuk mengakhiri aksi-aksi demo yang telah berlangsung berbulan-bulan di kota tersebut. Terlebih setelah aksi demo pada akhir pekan lalu yang diwarnai kericuhan hingga melumpuhkan Hong Kong.
Sejumlah demonstran garis keras telah merusak stasiun-stasiun kereta bawah tanah, merusak toko-toko yang punya kaitan dengan China, dan memblokir jalan-jalan pada akhir pekan lalu setelah Lam mengumumkan larangan mengenakan masker atau penutup wajah bagi para demonstran. Hingga hari Selasa pagi waktu setempat, setidaknya 13 stasiun kereta bawah tanah yang dirusak massa, masih ditutup.
Pihak operator Mass Transit Railway (MTR) menyatakan bahwa seluruh jaringan -- yang mengangkut sekitar empat juta orang setiap hari -- akan ditutup pada pukul 20.00, atau lima jam lebih awal dari biasanya.
Kepada para wartawan, Lam mengatakan bahwa otoritas Hong Kong bisa mengatasi masalah-masalah yang belum pernah terjadi sebelumnya ini. Namun dikatakannya, China bisa dipanggil jika situasi menjadi "sangat buruk".
"Pada saat ini, saya masih sangat merasa bahwa kita harus menemukan solusinya sendiri. Ini juga menjadi posisi pemerintah pusat (di Beijing) bahwa Hong Kong harus menangani sendiri masalahnya," tutur Lam seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (8/10/2019).
"Namun jika situasi menjadi sangat buruk, maka tidak ada pilihan yang bisa dikesampingkan jika kita ingin Hong Kong setidaknya memiliki kesempatan lain," imbuhnya.
Sebelumnya, Lam mengumumkan
larangan menggunakan masker bagi para demonstran yang didasarkan pada undang-undang (UU) darurat era-kolonial, Emergency Ordinance Regulations (ERO), yang mengizinkan pemimpin
Hong Kong membuat 'aturan apapun' dalam keadaan darurat atau bahaya publik, tanpa persetujuan parlemen.
Ini menjadi momen pertama ERO diberlakukan dalam 52 tahun terakhir di Hong Kong. Terakhir kali, ERO digunakan oleh Inggris untuk menangani kerusuhan mematikan tahun 1967 silam yang diwarnai pengeboman dan pembunuhan hingga menewaskan sedikitnya 50 orang.
Di bawah aturan ini, setiap warga Hong Kong dilarang memakai masker atau penutup wajah saat berkumpul di tempat umum, baik secara legal atau secara ilegal. Menurut salinan dokumen soal aturan ini, seperti dilansir
Straits Times, pelanggaran terhadap larangan masker ini memiliki ancaman hukuman maksimum 1 tahun penjara atau hukuman denda hingga HK$ 25 ribu (Rp 44 juta).
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini