Pemerhati budaya Lamongan Supriyo mengaku mendapat informasi yang sama seputar lokasi penemuan perahu baja. Menurutnya, di lokasi itu pernah terjadi pertempuran ketika masa kolonial. Yakni saat tentara Belanda menembaki perahu di sungai Bengawan Solo agar tidak dipakai pasukan Jepang.
"Ini adalah cerita tutur dari warga yang memang bukti sejarahnya belum didapatkan," kata Supriyo saat berbincang dengan detikcom, Selasa (8/10/2019).
Selaku pemerhati budaya, ia juga telah melihat secara langsung penampakan perahu baja tersebut. Meski hanya sekilas karena masih terpendam lumpur.
Dari pengamatan sekilas, lanjut Priyo, tidak menutup kemungkinan jika perahu baja tersebut merupakan milik Kolonial Belanda. Terlebih saat mengetahui jika tidak ada sistem pengelasan dalam perahu yang ditemukan tersebut. Pembuatan perahu tersebut diduga menggunakan sistem keling atau menyambung dengan menggunakan paku.
"Dari ciri-ciri yang ada ini dan cerita tutur warga ini, hampir dimungkinkan perahu baja ini adalah perahu Belanda yang ada pada masa kolonial," terang Priyo.
Untuk itu, Priyo meminta pihak-pihak terkait mengangkat perahu baja itu. Agar bisa diketahui lebih jauh tentang sejarah dan teknologi yang dipakai di perahu ini.
Ia juga berharap agar pihak-pihak terkait mengamankan perahu-perahu tersebut agar lebih terawat. "Yang lebih penting setelah berhasil diangkat adalah perawatan dan pengamanan perahu baja tersebut," lanjut Priyo.
Seperti diketahui, seiring turunnya debit air Bengawan Solo, warga Desa Mertani, Kecamatan Karanggeneng menemukan perahu baja. Perahu baja tersebut berukuran panjang antara 4-5 meter dan lebar sekitar 1,5-2 meter. Namun hingga saat ini, tiga perahu baja yang ditemukan belum berhasil diangkat dari sungai karena sebagian besar badan perahu tertimbun lumpur.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini