- Massa buruh menggelar aksi di DPR pagi tadi. Mereka menyuarakan tiga isu utama, yakni menolak revisi UU Ketenagakerjaan, menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dan menjadi janji
revisi PP 78 Tahun 2015.
Berbeda dengan aksi di demo sebelumnya di depan DPR yang berujung ricuh. Demo yang dipimpin Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (
) ini berlangsung damai hingga akhir.
Massa buruh mulai berkumpul di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, setelah Jembatan Ladokgi, pukul 10.00 WIB, Rabu (2/10/2019). Massa tak diizinkan menggelar aksi sampai ke depan gerbang utama gedung DPR.
Aliansi Konfederasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KSPMI), yang turut aksi menolak revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketua Harian KSPMI Muhammad Rusdi menilai isi dari revisi UU itu dinilai sangat membahayakan buruh dan anak-anak buruh.
"Masa depan anak buruh akan suram," ujarnya di lokasi aksi.
Yang paling penting, katanya, akan terjadi pasar kerja yang fleksibel, status kerja, dan hubungan kerja yang fleksibel. Buruh akan mudah direkrut dan mudah dikenai PHK tanpa pesangon.
"Kalau kita mengenal sebelumnya
outsourcing itu sangat mengerikan, ke depan
outsourcing akan dipermudah, kontrak akan dipermudah dan juga pemagangan bukan bagi yang masih sekolah atau kuliah, tapi bagi yang sudah lulus sekolah, lulus kuliah. Ini adalah perbudakan model baru," tuturnya.
Titik kumpul massa juga terlihat di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan. Massa buruh dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu meluber hingga Jalan Gerbang Pemuda sejak pukul 12.00 WIB. Jalan Gerbang Pemuda pun dialihkan dan lalu lintas ditutup.
Saat berorasi, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) meragukan kompetensi Puan Maharani sebagai Ketua DPR periode 2019-2024. FSPMI meragukan Puan akan berpihak kepada kaum buruh.
"Sebagai Menko PMK beliau setuju dengan kenaikan iuran BPJS. Sedangkan hari ini saya atau kami, salah satu tuntutannya itu menolak kenaikan iuran BPJS. Sekarang beliau jadi Ketua DPR RI, yang saya khawatirkan tidak sesuai dengan sudut pandang DPR RI dalam mendesain oleh Ibu Puan Maharani," ujar Amir Mahfudz dari FSPMI Kabupaten Kota Bekasi di jalan depan Restoran Pulau Dua, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Massa buruh ini tak lama bertahan di kawasan DPR untuk menyuarakan tuntutannya. Setelah berorasi menyampaikan aspirasinya, massa meninggalkan Jalan Gatot Subroto, Jakarta, depan Restoran Pulau Dua, pukul 13.10 WIB.
Mobil komando juga bergerak bersama massa. Sambil bubar, massa menyanyikan lagu-lagu aksi. Hingga pukul 13.26 WIB, tak ada lagi massa aksi di lokasi. Sedangkan polisi tetap siaga.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta para peserta aksi tertib dalam menyampaikan pendapat. Dia meminta massa menjaga persatuan.
"Pada hari ini tanggal 2 Oktober 2019 kita kaum buruh di seluruh Indonesia, di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Banten, Batam, Medan, Batam, Riau, Bengkulu, Banjarmasin, Maluku, Makassar, Manado siap bergerak untuk memperjuangkan kaum buruh," kata Said Iqbal di atas mobil komando.
"Kami akan melawan kalau ada revisi UU Ketenagakerjaan yang merugikan buruh. Siap melawan?" tanya Iqbal yang disambut massa dengan kata 'siap'.
Said Iqbal mengatakan awalnya massa di kawasan DPR akan bergerak ke Istana. Namun aksi di Istana urung dilakukan lantaran menjaga suasana kondusif.
"Hari ini nggak jadi ke Istana. Karena kami menjaga kondusifitas ya biar suasana tenang damai, nggak menambah beban rakyat ya. Bagi kami adalah rakyat, bukan elite. Rakyat adalah segala-galanya. Aksi tetap punya koridor di dalam negara kita secara konstitusi," kata Said Iqbal.
Said Iqbal mengatakan pihaknya akan kembali menggelar aksi bila tuntutan tidak dipenuhi. Salah satunya menolak revisi UU Ketenagakerjaan. Said Iqbal kemudian menceritakan soal pertemuannya dengan Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (30/9) kemarin. Dalam kesempatan itu, dia menanyakan ke Jokowi apakah pemerintah sudah punya draf revisi UU Ketenagakerjaan.
"Bapak Presiden mengatakan belum ada, belum ada diserahkan. Tapi kami mendapatkan informasi dari berbagai sumber di mana yang merugikan kaum buruh dengan revisi tersebut adalah antara lain menurunkan upah pesangon. Itu merugikan kaum buruh," ujarnya.
Menurut Said Iqbal, Jokowi merespons positif tuntutan buruh itu. Kepada Said Iqbal, Jokowi mengatakan akan melibatkan semua pihak, termasuk buruh, jika akan melakukan revisi.
"PP Nomor 78 akan direvisi dalam waktu beberapa minggu ke depan dengan membentuk tim bersama dari pengusaha, kaum buruh, dan pemerintah. Sedangkan iuran BPJS, khususnya kelas 3, Bapak Presiden mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh untuk tidak dinaikkan karena itu akan memberatkan masyarakat," tuturnya.