Awalnya, demonstrasi yang digelar pelajar pada Rabu (25/9/2019) siang dilakukan untuk mengkritik sejumlah poin dalam RUU KUHP. Namun, semakin malam, aksi berubah menjadi kericuhan massa yang melempari polisi dengan batu dan dibalas tembakan gas air mata.
Menko Polhukam Wiranto kemudian angkat bicara tentang demonstrasi yang berujung ricuh itu. Menurutnya, ada gerakan gelombang baru yang ingin membuat kondisi kacau sehingga muncul ketidakpercayaan terhadap pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wiranto menyebut kericuhan sudah direncanakan kelompok perusuh secara sistematis. Namun Wiranto tak menyebut identitas kelompok perusuh itu.
"Yang dihadapi aparat bukan demonstrasi yang ikut aturan, tapi kelompok perusuh secara sistematis, terencana untuk melakukan hal-hal yang inkonstitusional, melanggar hukum," jelasnya.
Dia mengatakan nantinya gerakan gelombang baru ini ingin memanfaatkan kelompok Islam radikal. Wiranto mengatakan gerakan ini akan melibatkan kelompok lain, seperti suporter sepak bola.
"Gerakan gelombang baru ini nanti kita harus waspada karena akan mengerahkan kelompok Islam radikal, kelompok Islam garis keras, juga akan melibatkan para suporter-suporter bola kaki pun disasar dilibatkan, kemudian teman-teman buruh jangan sampai juga mau atau dipengaruhi mereka-mereka yang membangun kekacauan," tuturnya.
Wiranto menyesalkan demonstrasi dalam beberapa hari ini diambil alih oleh pihak lain yang berupaya membuat kekacauan. dia menyebut para perusuh itu mencoba menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden.
"Saya kira yang dihadapi kelompok yang mengambil alih demo mahasiswa itu bukan murni untuk mengoreksi kebijakan lain, tapi telah cukup bukti mereka ingin menduduki DPR dan MPR agar DPR tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam arti DPR tidak dapat dilantik dan lebih jauh lagi tujuan akhirnya menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih," kata Wiranto.
Wiranto mengatakan demonstrasi awalnya berlangsung elegan. Namun tiba-tiba diambil alih oleh massa yang brutal.
"Kita sangat menyesalkan demonstrasi yang konstruktif, yang bernuansa elegan itu kemudian diambil alih untuk demonstrasi yang tidak lagi mengarah apa yang telah dijawab pemerintah dan DPR, demo yang brutal yang saya kira bukan demonstrasi karena dilakukan para perusuh melawan petugas melempar batu, meluncurkan kembang api, panah-panah api kepada petugas, bergerak di malam hari," ujar dia.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menjelaskan soal demonstrasi yang berujung ricuh di sekitar gedung DPR. Tito menyebut kericuhan ini mirip dengan kerusuhan pada 21-23 Mei 2019.
"Ini mirip dengan pola kerusuhan 21-23 Mei... dimulai sore hari dan berlangsung sampai malam hari, dan ini kita lihat cukup sistematis, artinya ada pihak-pihak yang mengatur ini," kata Tito.
Dia mengatakan polisi sudah mengamankan lebih dari 200 orang yang diduga terlibat kericuhan dan mendapat bayaran saat demonstrasi di sekitar gedung DPR. Menurut Tito, ada molotov yang diamankan dari mereka yang ditangkap.
"Molotov bukan mahasiswa yang ditangkap juga sebagian di antaranya bukan mahasiswa, bukan pelajar, mereka masyarakat umum yang ketika ditanya juga mereka nggak paham tentang RUU apa, RUU apa, bahkan ada yang mendapat bayaran," tuturnya.
Meski demikian, Wiranto dan Tito tak menyebut identitas siapa di balik gerakan gelombang baru itu. Siapa yang berada di balik gerakan gelombang baru ini pun masih menjadi teka-teki.
Halaman 2 dari 2