"Dalam hal ini tentu KPAI prihatin dan mengecam adanya pelibatan anak-anak dalam konteks yang usianya masih anak. KPAi tidak bosan-bosan mengingatkan tempat anak bukan di jalanan, di kerumunan, di situasi yang bahaya bagi anak, dalam konteks demonstrasi," kata Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
KPAI menyebut awalnya ajakan agar para pelajar yang terdiri atas siswa SMK, SMA, hingga SMP mengikuti aksi tersebut tersebar di media sosial. Ajakan tersebut berbentuk poster-poster seruan aksi untuk pelajar STM. Ada pula foto-video yang menunjukkan anak sekolah tersebut bergerak dengan menaiki truk, bus TransJakarta, hingga KRL.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KPAI meminta kepada Kominfo dan Cyber Crime Mabes Polri melacak undangan aksi pelajar ke DPR. Pihak penyebar harus dimintai pertanggungjawabannya atas perbuatannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Rita.
Selain itu, KPAI mendorong polisi melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan adanya pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan anak dan memobilisasi anak dalam aksi unjuk rasa tersebut karena kepentingan tertentu.
Di sisi lain, Rita menyebut anak-anak memiliki hak untuk didengarkan pendapatnya dan belajar tentang kehidupan demokrasi. Namun demonstrasi bukanlah tempat belajar karena anak anak masih membutuhkan sarana ruang kelas belajar tentang demonstrasi.
KPAI mengimbau orang tua dan guru agar mendampingi anak-anak terkait hal tersebut. Sebab, anak-anak masih dalam proses mencari jati diri dan memerlukan penyaluran aspirasi yang tepat dengan pendampingan orang tua sehingga anak-anak tidak mudah terprovokasi.
KPAI juga sudah berkoordinasi dengan kepolisian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, serta rumah sakit yang menangani para korban.
Simak juga video Sweeping Pelajar di Surabaya, Polisi Temukan Celurit dan Pisau:
(yld/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini