"Penyebaran terorisme melalui internet dan media sosial merupakan ancaman nyata bagi perdamaian dan keamanan internasional," kata Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK).
Hal itu disampaikan saat pertemuan 'Leaders Dialogue on Strategic Responses To Terrorist and Violent Extremist Narratives' di Markas PBB, New York, Amerika Serikat, Senin (23/9/2019). Pertemuan ini merupakan bagian dari Sidang Majelis Umum ke-74 PBB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada negara yang imun dari ancaman terorisme. Indonesia berkeyakinan bahwa kerja sama internasional yang inklusif harus dilakukan," ungkapnya.
JK menawarkan 3 cara yang dapat dilakukan untuk melawan terorisme. Dia beberapa kali mencontohkan kondisi di Indonesia.
Pertama adalah soal upaya penegakan hukum. Menurutnya, penegakan hukum harus diperkuat terhadap kejahatan penyebaran konten radikal.
"Di Indonesia, penyebaran konten radikal di internet adalah sebuah kejahatan dan tindak kriminal. Patroli siber serta mekanisme penanganan aduan konten juga diperkuat," urai JK.
Cara kedua yaitu dengan melibatkan platform digital. JK merujuk pada penyebaran paham terorisme lewat internet pada aksi terorisme di Christchruch, Selandia Baru. Menurutnya, media digital seharusnya dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan perdamaian.
"Hal ini telah diinisiasi Presiden Jokowi sejak kunjungan ke Silicon Valley tahun 2016. Kedepannya, kerja sama seperti ini harus terus diperkuat," kata JK.
Cara ketiga yaitu dengan pemberdayaan netizen untuk melawan radikalisme dan terorisme melalui media sosial. JK mencontohkan tagar #KamiTidakTakut saat aksi teror di Jakarta pada 2016.
"Gerakan spontan netizen untuk melawan tindakan terorisme dan serangan Thamrin di Jakarta Januari 2016 adalah salah satu contoh," ucapnya.
"Indonesia yakin narasi konten radikal hanya dapat diatasi dengan langkah bersama untuk melawannya," pungkas JK.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini