Jakarta -
DPR RI mengesahkan revisi UU Peraturan Pembentukan Perundangan Perundang-undangan (P3). Berdasarkan revisi, kini undang-undang yang pembahasannya belum selesai dalam satu periode dapat dilanjutkan DPR di periode berikutnya.
Pengesahan RUU PPP itu diputuskan dalam rapat paripurna DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah memimpin rapat.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Totok Daryanto menyampaikan laporan kesepakatan DPR dan pemerintah terkait revisi UU P3. Ia menjelaskan DPR dan pemerintah telah sepakat membuat
sistem 'carry over' terhadap RUU yang pembahasannya tidak selesai dalam satu periode.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketentuan mengenai sistem pembahasan RUU yang
carry over yang tidak selesai pembahasannya di periode sekarang ke periode selanjutnya," kata Totok.
Selanjutnya, Menkum HAM Yasonna Laoly juga menyampaikan laporan atas RUU P3. Dia mengucapkan terima kasih kepada DPR atas kerja sama dalam pembahasan revisi UU No 12/2011 ini.
"Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung kami," ujar Yasonna.
Atas laporan DPR dan pemerintah, Fahri pun meminta persetujuan para anggota Dewan. Anggota DPR yang hadir menyetujui rancangan revisi UU PPP disahkan menjadi undang-undang.
"Apakah rancangan UU tentang Peraturan Pembentukan Perundangan Perundang-undangan dapat disetujui disahkan menjadi undang-undang. Apakah dapat disetujui?" kata Fahri.
"Setuju," jawab hadirin rapat. Fahri kemudian mengetuk palu tanda pengesahan undang-undang.
Selain soal
carry over, UU ini mengatur pembentukan kementerian baru yang mengurusi soal regulasi. Alternatif lain ialah lembaga negara setingkat menteri.
"Ini juga ada penyesuaian kelembagaan. Rencana presiden mau bentuk sebuah badan khusus yang mau menangani per-UU-an. Kita selipkan di situ kementerian atau lembaga," kata
Yasonna Laoly, Rabu (18/9).
Kementerian/lembaga baru itu akan menyusun Prolegnas di lingkungan pemerintah dan bertanggung jawab di bidang pembentukan perundang-undangan. Yasonna juga meminta ada penambahan pas yang mengatur harmonisasi peraturan daerah dengan kementerian atau lembaga.
"Kemudian tentang harmonisasi peraturan-peraturan daerah supaya ada koordinasinya dengan kementerian yang ditunjuk untuk itu. Harmonisasinya karena banyak daerah-daerah yang membuat perda-perda yang kadang-kadang bertentangan dengan UU, bertentangan dengan ideologi negara, UUD," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi dalam Debat Pilpres 2019 mengkritik banyaknya regulasi. Hasilnya, banyak prioritas pembangunan terbengkalai. Solusinya, akan dibuat Pusat Legislasi Nasional.
"Kami gabungkan di Pusat Legislasi Nasional. Kontrol langsung oleh presiden, satu pintu agar tak tumpang tindih. Perda juga harus konsultasi ke Pusat Legislasi Nasional. Kita sederhanakan semua. Apabila ada tumpang-tindih langsung kelihatan bisa kita lakukan revisi," ungkap Jokowi.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini