Dinilai Banyak Masalah, Pengesahan RUU Pertanahan Diminta Ditunda

Dinilai Banyak Masalah, Pengesahan RUU Pertanahan Diminta Ditunda

Yulida Medistiara - detikNews
Minggu, 22 Sep 2019 16:05 WIB
Foto: Lamhot aritonang
Jakarta - Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Sartika meminta agar pemerintah dan DPR tidak mengesahkan RUU Pertanahan pada periode DPR saat ini. Sebab ada sejumlah pasal yang dinilai bermasalah yang diduga dapat merugikan petani.

"Menurut kita ada 10 pokok masalah RUU Pertanahan. Salah satunya soal bab pemidanaan itu," kata Dewi, di kantornya, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (22/9/2019).

Dia mengatakan terdapat pasal karet yang berpotensi akan terjadi kriminalisasi terhadap petani, masyarakat adat dan masyarakat umum. Terutama yang diatur dalam bab Hak atas tanah Pasal 17 ayat 4, Bab Penyidik Pegawai Negeri Sipil/PPNS (Pasal 84), Ketentuan Pidana (Pasal 86 s/d. 94), dan Ketentuan Lain (Pasal 96).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dewi menyebut RUUP akan memberi legitimasi hukum kepada aparat (PPNS dan polisi) untuk melakukan pemidanaan yang dipaksakan, termasuk pendekatan represif kepada petani atau masyarakat adat. Dengan begitu, akan memperparah korban kekerasan dan kriminalisasi masyarakat di wilayah konflik agraria atau masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah.

Dewi mengaku sudah berkirim surat kepada Kantor Staf Kepresidenan dan bertemu dengan sejumlah partai politik di DPR seperti Fraksi PDIP, PKB dan Gerindra untuk menunda pengesahan RUU Pertanahan. Dia berharap RUU Pertanahan kembali disusun ulang jika pengesahan ditunda untuk dibahas pada DPR periode berikutnya.

"Tentu bahasa hukumnya pasti harus ditunda ya tidak ditolak. Soal nanti prolegnas ke depan 2019-2024 tentu kita ada tuntutan apabila dia masuk lagi menjadi prolegnas itu harus disusun ulang tidak lagi tambal sulam karena ini sudah tidak karuan RUU ini. Bayangkan dalam 1 bulan aja terus berubah, dan hanya tambal sulam hanya geser pasal dan ganti satu kata. Misalnya pasal pemidanaan yang berubah itu hanya dari barang siapa menjadi siapapun, kan lucu," ujarnya.



Selain itu, RUU Pertanahan itu dianggap membuka lebih luas hak atas tanah bagi asing. Menurut UUPA 1960, hak milik atas tanah (maupun bangunan) hanya bagi WNI. Bagi WNA diberikan hak pakai (HP) dan hak sewa.

Selain melalui hak pakai, RUU Pertanahan membuat jenis hak baru berupa hak milik satuan rumah susun (sarusun), yang juga dibuka bagi WNA maupun korporasi/badan hukum asing (Pasal 37). Mekanisme penerbitan Hak Milik Sarurun begitu luas, dapat melalui tanah hak milik atau tanah negara atau tanah HPL, yang di atasnya diterbitkan HGB atau Hak Pakai (Pasal 37).


Dewi menilai RUU Pertanahan bertentangan dengan UUD 1945 dan UUPA 1960. Tak hanya itu, RUU Pertanahan dinilai bermasalah karena Hak Guna Usaha diduga akan memperkuat korporasi.

Ia juga menolak dibentuknya Lembaga Pengelolaan Tanah dari yang sebelumnya disebut Bank Tanah. Selain itu RUU Pertanahan juga dianggap menyimpang dari reforma agraria, dianggap mengabaikan konflik agraria struktural dan menyederhanakannya menjadi sengketa pertanahan atai perdata biasa, serta dianggap mengancam hak masyarakat adat.

"Bahayanya adalah tanah negara itu masih debate-able selama puluhan tahun, semua tanah masyarakat yang belum disertifikatkan belum diakui oleh pemerintah dianggap diklaim sebagai tanah negara. Dianggap illegal masyarakat adat petani dll yang sampai sekarang masih dalam status konflik," ujarnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads