Berikut adalah bunyi pasal penghinaan presiden sebagaimana dilihat detikcom dari draf, Jumat (20/9/2019).
Pasal 218
(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasal 219
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Pasal karet?
Pasal penghinaan terhadap Presiden memicu banyak reaksi. Politikus PKS menilai pasal tentang penghinaan presiden dalam KUHP yang baru adalah pasal karet. PKS berpendapat bahwa wajar jika presiden menjadi pusat perhatian, entah dalam bentuk kritik atau komentar.
"Pasal ini (penghinaan presiden) bisa jadi pasal karet. Konstitusi sudah menyatakan kebebasan pendapat adalah hak warga negara. Dan Presiden sebagai pejabat yang mengurus urusan publik wajar akan selalu jadi pusat komentar," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera kepada wartawan, Kamis (19/9).
Alih-alih membuat pasal yang multitafsir untuk memagari presiden, lebih baik negara mengedepankan pendekatan edukasi kepada masyarakat. Dia menyebut pemberlakuan pasal penghinaan presiden bukan langkah bijak.
Dalam penjelasannya ditegaskan, bila kritikan tidak termasuk penghinaan dan tidak dipidana.
"Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah," demikian bunyi penjelasan.
Pasal serupa pernah dibatalkan MK
Pada 13 tahun silam, Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menghapus materi pasal penghinaan terhadap presiden. Dulu, KUHP penjajah Belanda itu mengatur bahwa Pasal Penghinaan Presiden merupakan delik biasa dengan ancaman 5 tahun penjara. Dalam KUHP baru yang bergulir saat ini, pasal itu diubah menjadi delik aduan dengan ancaman 4,5 tahun penjara.
Mundur ke 6 Desember 2006, sebagaimana diberitakan detikcom saat itu, MK berpendapat pasal penghinaan presiden tidak relevan terhadap perkembangan zaman karena pasal itu dulunya dibuat untuk menghormati Ratu Belanda. Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa permohonan Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis dikabulkan seluruhnya. Maka tiga pasal penghinaan presiden yakni 134, 136 bis, dan 137 KUHP dicabut oleh MK pada persidangan kala itu.
Usai persidangan, Eggi Sudjana menyatakan peristiwa ini sebagai sejarah hukum di Indonesia. Dengan hilangnya pasal ini, perjuangan aktivis untuk melawan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dapat ditingkatkan. Pembacaan keputusan MK ini juga dihadiri Sri Bintang Pamungkas. Amar putusan hakim konstitusi terdiri dari 76 halaman dengan putusan nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Kini Jokowi telah meminta RUU KUHP ditunda pengesahannya oleh DPR periode 2014-2019 ini. Dia menilai "masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut". Tak jelas betul, materi apa saja yang dimaksud Jokowi, apakah pasal penghinaan presiden termasuk atau tidak di dalam kategori 'materi yang butuh pendalaman lebih lanjut'. Akankah pasal penghinaan presiden dibuang?
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini