Blitar - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengakui satelit menjadi kendala dalam penanganan
karhutla. Namun Panglima telah menemukan dua formula agar proses pemadaman karhutla bisa tetap dilakukan.
"Kendala kami kalau melihat satelit," kata Hadi seusai ziarah di makam Bung Karno di Blitar, Rabu (18/9/2019).
"
Update hot spot itu setiap enam jam, sehingga tidak
real time. Ketika pagi mungkin terjadinya api masih kecil. Namun enam jam kemudian baru terpantau satelit, namun kondisi apinya sudah sangat besar," imbuhnya.
Oleh sebab itu, lanjut Hadi, kendala itu akan segera diupayakan dengan cara menggerakkan
drone. "Kalau
drone pasti
real time. Jadi di mana terjadi titik api, langsung kami gerakkan ke sana," paparnya.
Penggunaan
drone ini diharapkan bisa memaksimalkan penanganan yang menjadi prioritas dan penanganan di lokasi lainnya. Selain
drone, Panglima TNI melengkapi pasukan daratnya dengan ekskavator. Alat ini akan digunakan untuk memperbesar kanal-kanal air di lokasi kebakaran.
"Kanal-kanal di tengah hutan itu sudah mulai mengecil. Dengan ekskavator, ini kami besarkan. Atau membuat kanal baru kalau wilayah itu tidak ada airnya. Karena selama ini pasukan darat mengandalkan air dari wilayah itu," pungkasnya.
Terkait teknis penanganan
karhutla yang lain, tambah Hadi, saat ini TNI menerbangkan pesawat untuk pembuatan hujan, mulai Sumatera dan Kalimantan. Jika dilihat dari hasil meteorologi, ada awan yang bisa disemai yang berpotensi menurunkan hujan.
"Kami sudah sebar NHCL di Sumatera dan Kalimantan. Tapi untuk Sumatera belum berhasil. Namun Kalimantan, khususnya Palangka Raya, kemarin sudah ada hujan rintik. Artinya, masih ada potensi hujan turun walaupun belum signifikan," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini