"Memang ada upaya, kalau saya dari segi ilmiah seperti yang disampaikan Oxford University, memang ada penggunaan cyber trooping dan computing dalam propaganda terhadap KPK ini," ujar Associate Researcher Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Ismail Fahmi dalam diskusi 'Membaca Strategi Pelemahan KPK: Siapa yang Bermain?' di ITS Tower, Jl Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019).
Baca juga: 'Mau Menyadap? Izin Saya Dulu!' |
Ismail mengatakan serangan siber terhadap KPK dilakukan setiap hari di media sosial, dengan senjata sejumlah hashtag. Hashtag yang dimainkan di antaranya #RevisiUUKPK. Ada juga upaya mempopulerkan istilah 'KPK Taliban'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Serangan itu setiap hari dilakukan kepada KPK terus-menerus, Taliban menjadi entry point yang membuat distorsi informasi membangun ketidakyakinan kepada KPK, dimanipulasi opini publik," ulasnya.
"Kemudian berikutnya adalah dua, (hashtag) revisi UU KPK diperlukan dan capim yang baru bisa menyelesaikan, yang pertama tadi, yaitu Taliban," sambung Ismail.
Dia juga menemukan semacam sayembara berhadiah untuk netizen yang menggunakan hashtag terkait KPK. Sayembara berhadiah itu bertujuan agar hashtag yang menyerang KPK di-retweet oleh banyak akun.
"Secara konsisten, giveaway masing-masing dapat Rp 50.000 dengan hashtag #KPKPatuhAturan. Banyak sekali retweet hashtag masuk jadi trending topic di Twitter, itu akan langsung di-capture wartawan, semua akan dilihat, ini menjadi tools mereka memanipulasi publik," tutur Ismail.
Ismail, yang merupakan pendiri dan analis Drone Emprit Akademik, menyebut hal ini dilakukan dengan cara terkoordinasi dan konsisten. "Sifat cyber troops itu lebih terkoordinir, jadi kalau publik tidak terkoordinir kalah, dan kontennya itu sangat profesional, konsisten, terus-menerus dan banyak memberikan komentar ini strateginya," tuturnya.
Dia mencontohkan adanya akun yang membuat tweet terkait KPK, tweet akun tersebut kemudian di-retweet banyak akun yang merupakan akun robot. Menurutnya, akun-akun yang menyebarkan tersebut merupakan akun anonim.
"Satu akun @Menuwarteg yang me-retweet hanya teman dia dan banyak robotnya, modal memanipulasi seolah-olah ini penting padahal dibalik ini hanya sekelompok kecil. Ini akunnya kalau kita lihat anonim, jadi jarang memperlihatkan jati dirinya," kata Ismail.
Revisi UU KPK Dianggap Menghambat Investasi:
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini