"Apapun alasannya itu kalau dibaca pasal-pasal jelas sekali untuk meniadakan KPK, lebih mirip ada tapi tiada, ada lembaganya tapi lemah kewenangannya. Jadi menurutku ya itu target presiden dan DPR untuk memperlemah KPK," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, kepada wartawan, Selasa (17/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya 80 anggota dewan, lalu kemudian ketika mau diambil suara jumlahnya 102, diabsen 289, jadi menurutku ada pelanggaran prosedural baru soal kuorum dan tidak kuorumnya, kan mestinya 281, sehingga menurutkan secara prosedural banyak masalah revisi ini, sepertinya itu diabaikan oleh DPR dan presiden," terangnya.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sudah mengetuk palu soal revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dalam rapat paripurna DPR. Berbagai penolakan itu tak mempengaruhi DPR dan pemerintah. Perubahan UU KPK ini tetap disahkan dan menjadi undang-undang.
Gelomang kritik pun berdatangan usai disahkannya UU KPK. Sejumlah kelompok masyarakat berniat menggugat UU KPK ke MK. Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menilai pengesahan UU KPK dinilai melanggar prosedur. Dia mengatakan UU KPK bisa digugurkan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil berniat melakukan uji materi UU KPK ke MK. Beberapa pasal dinilai bermasalah dan melemahkan KPK seperti kewenangan SP3 KPK dan adanya Dewan Pengawas KPK.
"Soal SP3, merujuk ke Mahkamah Konstitusi yang sebetulnya memberikan lampu hijau bahwa KPK berwenang tidak mengeluarkan SP3, ini akan kita uji kembali," ujar Emerson Yuntho. (idn/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini