Revisi UU Disahkan, Surat KPK Bertepuk Sebelah Tangan

Round-Up

Revisi UU Disahkan, Surat KPK Bertepuk Sebelah Tangan

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 18 Sep 2019 06:51 WIB
KPK (Foto: Agung Pambudhy-detikcom)
Jakarta - Ketukan palu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjadi pertanda revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK disahkan dalam rapat paripurna DPR. Pengesahan itupun membuat surat KPK bertepuk sebelah tangan.

KPK mengirim surat ke DPR pada Senin (16/9/2019) terkait pembahasan revisi UU KPK. Pada intinya, surat itu berisi permintaan agar DPR menunda pengesahan revisi UU KPK.

"KPK telah mengantarkan surat ke DPR siang ini yang pada pokoknya meminta DPR agar menunda pengesahan RUU KPK tersebut," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Febri mengatakan KPK juga meminta draf dan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) RUU tersebut untuk dipelajari. KPK berharap DPR mendengarkan masukan dari berbagai pihak terkait pembahasan revisi UU KPK.

"Kami juga meminta draf RUU dan DIM secara resmi agar dapat dipelajari lebih lanjut," ucapnya.



Surat KPK itu rupanya tak berarti. DPR lewat rapat paripurna hari ini tetap mengesahkan revisi UU KPK menjadi undang-undang.

Rapat paripurna tersebut dipimpin Fahri Hamzah. Berdasarkan hitungan manual, rapat paripurna hanya dihadiri 80 anggota DPR saat dibuka. Meski demikian, Fahri menyatakan ada 289 yang tercatat hadir dan izin dari 560 anggota Dewan.

Sebelum disahkan, Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas membacakan laporan hasil pembahasan revisi UU KPK di Baleg. Dari laporan itu, diketahui bahwa 7 fraksi menyetujui revisi UU KPK secara penuh; 2 fraksi, yaitu Gerindra dan PKS, memberi catatan soal Dewan Pengawas; sedangkan Fraksi Demokrat belum berpendapat.

Fahri kemudian melanjutkan agenda pengesahan dengan penyampaian tanggapan pemerintah. Tanggapan itu dibacakan Menkum HAM Yasonna Laoly. Yasonna mengatakan presiden menyetujui revisi UU KPK disahkan menjadi UU.

Setelah itu, Fahri kembali mengajukan pertanyaan kepada seluruh anggota Dewan

"Apakah pembicaraan tingkat dua, pengambilan keputusan RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" tanya Fahri.



"Setuju," jawab anggota DPR serempak.

Pembahasan revisi UU KPK sejak resmi jadi usul inisiatif DPR hingga disahkan dalam rapat paripurna DPR hanya 13 hari. DPR sendiri akan mengakhiri masa jabatannya pada 30 September 2019.

Selama pembahasan, revisi UU ini banyak mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat karena menilai revisi tersebut membuat KPK malah melemah. Adapun poin yang dikritik terkait keberadaan Dewan Pengawas, penyadapan hingga penggeledahan yang harus seizin dewan pengawas hingga kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Berbagai penolakan itu tak mempengaruhi DPR dan pemerintah. Perubahan UU KPK ini tetap disahkan dan menjadi undang-undang.

Pengesahan ini kemudian langsung dikritik oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Dia menilai pasal-pasal dalam UU KPK yang baru malah memperlemah kerja penindakan KPK.

"Jika dokumen yang kami terima via 'hamba Allah', karena KPK tidak diikutkan dalam pembahasan dan belum dikirimi secara resmi oleh DPR atau pemerintah, banyak sekali norma-norma pasal yang melemahkan penindakan di KPK," kata Syarif.



Dia kemudian menjelaskan poin-poin dalam UU KPK baru yang dinilai berpotensi melemahkan KPK. Poin-poin itu antara lain komisioner KPK bukan lagi sebagai penyidik dan penuntut umum, penyadapan, penggeledahan, penyitaan harus izin dewan pengawas, Dewan Pengawas diangkat oleh Presiden, komisioner bukan lagi pimpinan tertinggi di KPK, dan status kepegawaian KPK berubah drastis dan harus melebur menjadi ASN.

"Hal-hal di atas berpotensi besar untuk mengganggu 'independensi' KPK dalam mengusut suatu kasus," sebut Laode.

Untuk mengetahui poin-poin UU baru KPK tersebut silakan klik di sini.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads