"Kekeringan terjadi mulai bulan Mei. Itu sumur-sumur sudah tidak mengeluarkan air. Warga mulai beralih mencari air ke luar daerah ataupun menggali sungai-sungai. Ini juga menyusahkan karena, meski jarak mata air terdekat hanya 2 kilometer, medannya sangat berat. Belum kita harus antre dengan warga lain yang juga membutuhkan," ujar Bayan Tlogotirto, Agus Suyanto, kepada detikcom di sela pelaksanaan dropping air, Selasa (17/9/2019).
Membuat sumur dalam sebagai solusi untuk menanggulangi kekeringan, lanjut Agus, sudah sering kali dilakukan warga. Tahun ini saja, belasan kali upaya pengeboran sumur sudah dilakukan, namun selalu berujung kegagalan. Kondisi wilayah Desa Tlogotirto, yang merupakan tanah kapur, diduga menjadi penyebabnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus melanjutkan, kini warga praktis tinggal mengandalkan dropping air untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Dropping ini pun, diakuinya, masih jauh dari cukup. Berdasarkan penghitungan pihak desa, warga Tlogotirto membutuhkan air minimal 8 tangki dengan kapasitas 8.000 liter per minggunya.
Sementara itu, dropping dari BPBD Kabupaten Sragen, PMI, dan pihak swasta hanya 3-4 tangki setiap minggu. Kekurangan itu harus dicukupi sendiri oleh warga.
"Itu pun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minum dan memasak. Untuk mandi jangan ditanya. Kalau bisa mandi pun, pasti pakai air yang tidak layak. Itu belum untuk kebutuhan ternak, karena hampir seluruh warga di sini punya ternak," urai Agus.
Urusan ternak juga menjadi beban tersendiri bagi warga. Kesulitan air membuat pengeluaran warga semakin membengkak jika harus ditambah dengan membeli air untuk memenuhi kebutuhan ternak. Akhirnya banyak warga yang terpaksa menjual ternaknya untuk mengurangi beban kebutuhan.
"Banyak yang jual (ternak). Paling hanya disisakan satu atau dua. Ternak dijual, selain mengurangi kebutuhan air harian, uangnya bisa digunakan untuk persediaan darurat jika harus membeli air," ujar Agus.
Menurut Agus, terdapat dua dusun di Tlogotirto yang saat ini mengalami darurat kekeringan, yakni Dusun Dawung (130 keluarga) dan Dusun Lempung (100 keluarga). Pihaknya berharap ada solusi lain untuk menyelamatkan warga dari musibah tahunan ini.
Dihubungi terpisah, Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sragen, Sugeng Priyono, telah menggalang kerja sama dengan seluruh stakeholder terkait, seperti Palang Merah Indonesia (PMI), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), serta sektor swasta, untuk memastikan keamanan persediaan dropping air untuk wilayah-wilayah terdampak kekeringan.
"Hingga saat ini, total sudah 1.851 tangki yang disalurkan ke seluruh daerah terdampak kekeringan. Memang tidak bisa menjamin seluruh kebutuhan warga, namun kami pastikan seluruh wilayah mendapat pasokan air yang memadai," terang Sugeng.
Simak juga video "Kemarau Panjang, Debit Air Sungai di Jakarta Surut":
Halaman 2 dari 1
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini