"Tingkat kepercayaan publik terhadap Kejaksaan belum sebesar dengan tingkat kepercayaan kepada KPK. Sebagian kalangan menangkap kesan negatif, bahwa Kejaksaan tidak independen karena Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang merupakan kader partai politik tertentu. Ada beberapa penyebab kondisi tersebut, sebagaimana disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono, 'Hanya kelihatannya Jaksa Agung banyak tekanan, sehingga lembaga yang dipimpinnya kurang garang kayak KPK. Kinerjanya kurang greget dalam pemberantasan korupsi juga, karena anggaran kejagung sangat minim khusus dalam pemberantasan korupsi," kata Sugeng sebagaimana mengutip pendapat Arief Poyuono, Rabu (11/9/2019).
Hal itu merupakan bagian dari petikan disertasi yang ia pertahankan dalam rangka meraih doktor dari UNS Solo akhir pekan lalu. Judul disertasinya 'Model Kelembagaan Kejaksaan Sebagai Lembaga Negara yang Profesional dan Independen dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi'.
Menurut Sugeng, selain masalah asal usul Jaksa Agung, banyak masalah lain yang melatarbelakangi Kejaksaan tidak bisa berlari kencang memberantas korupsi seperti anggaran terbatas hingga minim. Oleh sebab itu, Sugeng menilai perlunya urgensi pemberdayaan kejaksaan sebagai lembaga negara yang profesional dan independen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh sebab itu Sugeng merekomendasikan agar UUD 1945 diamandemen. Yaitu membuat bab baru dalam UUD 1945 dan terpisah dari cabang kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Selain itu juga dan mereformasi UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, KUHAP, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
![]() |
"Syarat dan kualifikasi seorang Jaksa Agung yaitu seorang Jaksa aktif, berpendidikan minimal Doktor Ilmu Hukum, pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi, memiliki rekam jejak profesional dan independen dalam melaksanakan tugasnya sebagai jaksa, dan usia pensiun 65 tahun," ujar Sugeng dalam rekomendasinya.
Kedudukan Kejaksaan sebagai pemegang kekuasaan penuntutan tunggal dan selaku pengendali perkara (asas dominus litis) sehingga tercipta satu sistem penuntutan (single prosecution system). Selain itu, juga terbina keseragaman penuntutan, keseimbangan penuntutan, dan terciptanya keadilan dalam penegakan hukum.
"Pertanggungjawaban lembaga Kejaksaan disampaikan kepada rakyat Indonesia melalui mekanisme Laporan Kinerja Tahunan yang tembusannya disampaikan kepada Presiden, DPR dan BPK. Presiden dan/atau DPR dapat membentuk panitia kerja untuk menyelidiki dan menilai Laporan Kinerja Tahunan Kejaksaan RI," pungkasnya.
(asp/haf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini