menyebut akan ada unsur pimpinan KPK yang mendukung Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2012 tentang KPK. Menurut Fahri, itu akan terlihat saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) capim KPK.
"Sebaiknya tunggu aja besok saat fit dan proper test. Akan ada yang nampak dari unsur pimpinan KPK yang mendukung revisi UU KPK," kata Fahri kepada wartawan, Sabtu (8/9/2019).
Fahri tak menjelaskan secara rinci mengenai unsur pimpinan KPK tersebut. Namun, menurut Fahri, revisi itu merupakan suatu yang wajar dalam alam pikiran manusia.
"Itu normal dan biasa. Pikiran manusia itu mengenal revisi beda dengan kitab suci," ujar dia.
Fahri sebelumnya mengatakan persetujuan DPR merevisi UU KPK berlandaskan aspirasi banyak pihak. Bahkan, kata dia, revisi UU KPK itu telah lama diminta para pimpinan KPK.
"Saya kira ini persoalan lama sekali dan permintaan revisi itu sudah datang dari banyak pihak, termasuk dan terutama dari pimpinan KPK. Orang-orang KPK sekarang sudah merasa ada masalah di UU KPK itu," kata Fahri saat dihubungi, Kamis (5/9).
Pernyataan itu kemudian dibantah Ketua KPK Agus Rahardjo. Agus mengatakan tidak ada seorang pun di lingkup internal KPK yang meminta UU KPK direvisi.
"Nggak ada insan KPK yang minta revisi," kata Agus Rahardjo kepada detikcom, Jumat (6/9).
Di tengah ramainya polemik Revisi UU KPK ini, anggota Komisi III DPR Arsul Sani dengan menunjukkan salah satu arsip rapat bersama KPK. Dokumen yang ditunjukkan Arsul Sani yakni arsip rapat pada 19 November 2015.
Dalam arsip rapat yang ditunjukkan Arsul Sani itu, Jumat (6/9), ada bagian soal '5 Poin Masukan dari KPK'. Poin keempat (IV) dalam arsip itu tertulis tentang penyempurnaan revisi UU KPK. Berikut ini bunyinya:
V. Terkait Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
1. Revisi tetap dalam rangka untuk memperkuat kelembagaan KPK, bukan untuk melakukan pelemahan terhadap lembaga KPK.
2. Penguatan kelembagaan tersebut, berfokus kepada pengaturan beberapa ketentuan dalam UU KPK, yaitu:
a. Kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan,
b. Pembentukan Dewan Pengawas KPK,
c. Kewenangan KPK dalam mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan,
d. Kewenangan KPK dalam mengangkat Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut Umum.
Jika ditelusuri, Agus Rahardjo, Laode M Syarif, Saut Situmorang, Alexander Marwata dan Basaria Pandjaitan baru dilantik pada kurun waktu Desember 2015. KPK pada periode November 2015 masih diisi Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji dan Johan Budi. Dua nama lainnya yakni Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain.
Mantan Plt Ketua KPK, Taufiequrrachman Ruki kemudian membantah tudingan Arsul yang menyebut pimpinan KPK pada periodenya sebagai inisiator revisi UU KPK. Ruki menegaskan kala itu, justru pihaknya tak setuju revisi UU KPK.
Ruki mengatakan ketidaksetujuan revisi UU KPK bahkan disampaikan dalam surat jawaban pimpinan KPK atas surat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta pendapat dan pandangan KPK mengenai revisi UU KPK. Dalam surat itu, kata dia, tak pernah ada usulan dari pihaknya kepada pemerintah untuk merevisi UU KPK.
"(Surat itu) ditandatangani kami berlima. Tidak cuma Taufik sendiri, tapi lima pimpinan. Apa jawaban kami terhadap surat itu? Pertama pada prinsipnya kami pimpinan KPK tidak setuju keinginan beberapa anggota DPR untuk merevisi UU KPK," kata Ruki kepada wartawan, Sabtu (7/9).