"Ya kalau misalnya alasan-alasan yang bisa, alasan medis, kesehatan, ya kan, tentu dia nggak bisa dipidana," kata Nasir kepada wartawan, Rabu (4/9/2019).
"(Pasal 472 ayat 3) itu kan sudah include (dokter dan perempuannya) itu," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, bagaimana dengan korban pemerkosaan? Sebab, dalam Pasal 471 ayat (1), tidak ada pengecualian pengguguran kandungan bagi perempuan. Pasal tersebut menyatakan perempuan yang menggugurkan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan kandungannya dipidana penjara paling lama 4 tahun.
"Ya tentu saja kalau hasil perkosaan harus dibuktikan dulu kalau itu hasil perkosaan. Itu penting. Jangan nanti ngaku-ngaku 'aku diperkosa, pelakunya nggak tahu' dan sebagainya, padahal hasil hubungan gelap, dibilang diperkosa," ujarnya.
Karena itu, menurut Nasir, peran RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) diuji dalam kasus aborsi karena pemerkosaan. Ia mengatakan jangan sampai perempuan korban pemerkosaan menjadi korban untuk kedua kalinya karena melakukan aborsi.
"Ini kan alasan dia nggak sanggup orang yang dia tidak kehendaki, apalagi kejahatan. Itu sebabnya dalam RUU PKS korban ini harus di... ini kan korban dia. Jangan sampai korban dikorbankan lagi dia. Memang salah satu pentingnya RUU PKS itu dalam perspektif korban," kata Nasir.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini