RUU KUHP: Korban Perkosaan yang Aborsi Tidak Dipenjara

RUU KUHP: Korban Perkosaan yang Aborsi Tidak Dipenjara

Tsarina Maharani - detikNews
Selasa, 03 Sep 2019 11:38 WIB
ilustrasi (dok.detikcom)
Jakarta - Masih sama dengan KUHP lama, RUU KUHP juga tetap melarang aborsi dan dimasukkan sebagai tindak pidana kejahatan. Namun sifat melawan hukumnya akan luntur apabila yang diaborsi adalah korban pemerkosaan.

"Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun," demikian bunyi Pasal 470 RUU KUHP sebagaimana dikutip dari detikcom, Selasa (3/9/2019).

Hukuman akan diperberat bagi orang yang menggugurkan kandungan tanpa izin si ibu, yaitu maksimal 12 tahun penjara.

"Dokter yang melakukan pengguguran kandungan karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban perkosaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dipidana," ujar pasal 471 ayat 3.

Dalam KUHP saat ini, semua bentuk pengguguran dilarang. Namun, dalam UU Kesehatan jo Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014, hal itu diperkecualikan. Pengguguran bisa dilakukan sepanjang ada alasan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat pemerkosaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir," demikian bunyi Pasal 31 ayat 2 PP Nomor 61/2014.


Awas! Pria Hidung Belang akan Dibui 5 Tahun:

[Gambas:Video 20detik]



(asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads