Wiranto Soal Penuntasan Kasus HAM Papua: Ada Teknis yang Tak Bisa Dipenuhi

Wiranto Soal Penuntasan Kasus HAM Papua: Ada Teknis yang Tak Bisa Dipenuhi

Muhammad Fida Ul Haq - detikNews
Selasa, 03 Sep 2019 16:56 WIB
Wiranto. (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta - Menko Polhukam Wiranto meluruskan soal tuduhan pemerintah tak serius menangani pelanggaran HAM di Papua. Wiranto menyebut ada beberapa kendala dalam mengusut kasus-kasus tersebut.

"Soal tuduhan adanya pelanggaran HAM yang luar biasa, termasuk yang berat di sana, dan tak terselesaikan. Sehingga dipermasalahkan seakan pemerintah enggan, atau tak mau menyelesaikan pelanggaran HAM berat di Papua dan Papua Barat. Tapi duduk perkaranya bukan karena pemerintah enggan, tapi ada hal teknis itu, aturan main di bidang hukum yang tak bisa dipenuhi," kata Wiranto di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wiranto mengaku mendapat 12 laporan dugaan pelanggaran HAM berat. Namun, setelah dilakukan kajian, tersisa tiga kasus dugaan pelanggaran HAM.

"Setelah disortir, ternyata tak semua 12 kasus itu pelanggaran HAM berat. Disisihkan yang lain ada masalah kriminal. Itu sudah diselesaikan lewat jalur hukum pidana dan KUHP oleh kepolisian dan kejaksaan. Tinggal sekarang tiga kasus yang direkomendasikan pelanggaran HAM berat, yakni Wasior tahun 2001, Wamena tahun 2003, dan Paniai tahun 2014," jelas Wiranto.

Masalah yang ada di lapangan, menurut Wiranto, antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung dinilai masih sering berbeda pendapat. Hal tersebut membuat penyelesaian kasus menjadi lama.



"Masalahnya sekarang antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung belum klop. Apa yang sudah ditemukan Komnas HAM diserahkan ke Jaksa Agung, dicek, dipelajari, dianalisis, belum memenuhi untuk dapat diteruskan dalam proses-proses pengadilan. Sehingga dikembalikan lagi. Jadi ini agak makan waktu," jelasnya.

"Contoh misalnya, satu peristiwa yang mencari alat buktinya itu harus otopsi jenazah. Nah begitu mau diautopsi, Keluarganya di sana banyak yang nggak mau. 'Jangan diotopsi, jenazah yang sudah mati, nanti bagaimana di sana'. Jadi tak bisa dibedah, tak ada kelengkapan bukti, sehingga terhambat. Inilah yang terjadi," imbuh Wiranto.



Sementara itu, dia menuturkan kasus Wasior dan Wamena sedang dalam proses penyelesaian. Khusus untuk kasus Wasior, terdapat kendala aturan hukum.

"Untuk Wasior, Mahkamah Militer Tinggi 2 tahun 2003 telah mengadili delapan anggota Polri yang telah berkekuatan hukum tetap. Catatan di sini, bahwa 2003 peradilan untuk Polri masih masuk peradilan militer. Kalau sudah diselesaikan satu kasus dengan satu proses peradilan, nggak usah dihukum dua kali," jelasnya.



Dia menegaskan lagi, pemerintah bukan enggan menyelesaikan permasalahan HAM di Papua. Namun ada hal-hal teknis yang tak bisa dipenuhi.

"Jadi hal-hal seperti ini lah, ya. Yang bukan karena pemerintah enggan menyelesaikan, males menyelesaikan. Atau tak mau menyelesaikan. Tapi ada hal teknis. Ini yang terus digembar-gemborkan, bahwa pelanggaran HAM berat di sana belum diselesaikan. Ini perlu dialog. Apakah terus kita genjot lewat judicial, atau lewat non judicial," terangnya.
Halaman 2 dari 2
(fdu/idn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads