Pantauan detikcom di lokasi, Minggu (1/9/2019), sudah tak ada lampu yang menyala di dua gedung yang ada di halaman eks Kodim. Para pencari suaka banyak yang memilih untuk beraktivitas di luar.
Anak-anak tampak bermain dengan membakar kertas dan dijadikan obor-obor kecil. Di dalam gedung, penerangan para pencari suaka hanya dibantu dengan lilin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikcom sempat memasuki gedung tempat para pencari suaka tinggal. Gedung tersebut terdiri atas dua lantai, dengan tenda-tenda dan karpet tersebar di dalamnya.
![]() |
Suasana di dalam gedung terasa panas dan pengap. Tak jarang, nyamuk-nyamuk datang menggigit. Para pencari suaka pun mengolesi badan mereka dengan obat antinyamuk atau melindungi badan mereka dengan kelambu.
Ada sejumlah kipas angin besar dan kecil, namun karena tak ada listrik, kipas itu tidak ada yang menyala. Para pencari suaka banyak yang memilih untuk beraktivitas di luar agar tidak kegerahan.
Salah satu pencari suaka, Muhammad Sadiq (25), asal Afganistan mengatakan listrik sudah tidak menyala sejak Sabtu (31/8) kemarin. Saat malam hari, suasana menjadi gelap dan membuat Sadiq tak bisa mengenali rekannya yang lain.
"Iya betul, ini kami nggak ada listrik sama sekali. Gelap semua. Ya nggak ada aktivitas kalau malam. Lihat orang aja nggak bisa tahu siapa gitu, karena gelap banget. Gedung itu, ini semua gelap. Panas, banyak nyamuk, gelap," jelas Sadiq.
Tak hanya listrik, pasokan air bersih pun sudah tidak didapatkan pencari suaka. Namun, mereka masih mendapatkan jatah makanan dua kali sehari.
![]() |
"(Air) sama, nggak ada. (Toilet) kita pergi di luar, cari kamar mandi umum. Lumayan jauh," ucapnya.
Sadiq mengatakan para pencari suaka akan kembali ke trotoar di depan kantor UNHCR di Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Ia berharap pihak UNHCR mengerti kondisi para pencari suaka.
"Kalau mereka (UNHCR) ngerti perasaan manusia ya ini lihat sendiri. Pasti mereka ngerti kalau mereka mau ngerti. Kalau mereka masih punya hati mereka ngerti gimana situasi di sini," tutur Sadiq.
Halaman 2 dari 2