Kisah Nenek Minah Korban UU Belanda, Haruskah KUHP Tetap Dipertahankan?

Kisah Nenek Minah Korban UU Belanda, Haruskah KUHP Tetap Dipertahankan?

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 01 Sep 2019 09:44 WIB
Foto: Nenek Minah (dok.detikcom)
Jakarta - Masih ingat Nenek Minah? Warga Banyumas, Jawa Tengah itu diadili dengan KUHP peninggalan penjajah Belanda, padahal Indonesia sudah merdeka. Gara-garanya ia memetik kakao di perkebunan yang tidak jauh dari rumahnya. Akibatnya, ia diganjar hukuman 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan.

Dalam catatan detikcom, Minggu (1/9/2019), kasus bermula saat ia sedang memanen kedelai di lahan garapannya di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT RSA untuk menanam kakao.

Ketika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao yang sudah ranum. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.


Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.

Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.

Nenek Minah diadili dengan Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Pasal itu berbunyi:

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.


Nah, sejatinya Nenek Minah bisa dikenakan Pasal 364 sehingga masuk delik tindak pidana ringan/tipiring sehingga tidak perlu melalui proses sidang berlarut-larut dan hukumannya ringan. Namun Pasal 364 itu menyaratkan barang yang diambil harganya kurang dari Rp 25 sehingga Nenek Minah tidak bisa dikenakan Pasal 364. Selengkapnya Pasal 364 berbunyi:

Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.

Klausul minimal harga Rp 25 merupakan batasan KUHP peninggalan Belanda. Sebuah wetboek yang berusia lebih dari 100 tahun. Dengan menangis, ketua majelis Muslih Bambang Luqmono SH, tidak kuasa menahan air mata saat membacakan vonis.

"Kasus ini kecil, namun sudah melukai banyak orang," ujar Muslih usai sidang pada 11 November 2009.

Oleh sebab itu, dalam RUU KUHP merombak materi batasan Pasal Pencurian Ringan menjadi minimal Rp 500 ribu. Selengkapnya berbunyi:

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 483 dan Pasal 484 ayat (1) huruf f dan huruf g dilakukan tidak dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahΒ­nya, dan harga barang yang dicurinya tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dipidana karena pencurian ringan, dengan pidana denda paling banyak Kategori II.

RUU KUHP ini kini memasuki hari-hari akhir untuk disahkan. Rencananya DPR akan mengesahkan pada 24 September 2019 nanti. Bila benar disahkan, maka sejarah baru tertorehkan yaitu UU meruntuhkan KUHP peninggalan Belanda yang telah berlaku sejak 1918 itu.


"Ya memang itu namanya undang-undang umurnya sudah ratusan tahun. Itu kan undang-undang Belanda. Jadi, satu sisi kita sudah merdeka 74 tahun, tapi undang-undang pidana yang kita pakai masih zaman Belanda. Jadi memang ada dorongan kuat terutama dari pemerintah ya supaya segeralah undang-undang Belanda itu berakhir," ujar Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.

Halaman 2 dari 3
(asp/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads