Busyro: Kredibilitas Pansel Capim Rontok Jika Tak Penuhi Undangan KPK

Busyro: Kredibilitas Pansel Capim Rontok Jika Tak Penuhi Undangan KPK

Usman Hadi - detikNews
Jumat, 30 Agu 2019 17:21 WIB
Busyro Muqoddas. Foto: Usman Hadi/detikcom
Yogyakarta - Pansel Capim KPK tak menghadiri undangan KPK untuk mengecek rekam jejak Capim KPK. Mantan Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menyebut kredibilitas moral, independensi dan keberpihakan Pansel rontok karena kukuh tak memenuhi undangan tersebut.

"Jika hari ini Pansel (Capim) KPK tidak mau datang, itu melengkapi bukti bahwa kredibilitas moral, independensi dan keberpihakan Pansel secara keseluruhan rontok," kata Busyro kepada wartawan di Yogyakarta, Jumat (30/8/2019).

"Dengan demikian secara moral putusan yang dipikul oleh Pansel (Capim KPK) cacat moral hasil dari proses seleksi ini. Ketika hasil (seleksi) itu cacat moral, memenuhi syarat bagi presiden untuk menolaknya," sambungnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Busyro menyesalkan keputusan Pansel Capim KPK yang menolak menghadiri undangan KPK. Padahal KPK bermaksud memaparkan data-data berkaitan dengan rekam jejak para Capim yang sedang mengikuti seleksi.

"Kalau KPK sudah mengundang pasti ada data-data (rekam jejak), dan data-data itu tak bisa keluar ke publik, karena dia bersifat confidential. Kecuali diberikan kepada yang mempunyai kewenangan," ungkapnya.


Berkaca dari hal tersebut, Busyro meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak ke-20 peserta yang dinyatakan lolos tahapan uji publik. Ia juga meminta Jokowi mengeluarkan Perpres baru untuk seleksi tahapan berikutnya.

"(Jokowi harus) menolak, karena (20 nama peserta) dihasilkan oleh Pansel yang cacat moral. Diukur dari beberapa hal yang tadi dimasukkan di sini, dan kalau Pansel tidak datang atas undangan KPK," tegas Busyro.

"Presiden (harus) mengeluarkan Perpres baru untuk seleksi tahapan berikutnya. Dengan catatan Pansel-nya diganti atau dievaluasi dan transparan. Yang kedua, kemarin yang tidak lolos itu diseleksi dan berhak untuk masuk lagi," katanya.


Busyro menduga ada permainan operasi intelijen dalam proses seleksi Capim KPK. Operasi intelijen tersebut berlangsung senyap dan bekerja nontransparan.

"(Kalau) negara ini sudah dikuasai oleh sistem yang dioperasikan oleh operasi intelijen, rusak negara ini. Karena ini negara hukum, negara hukum itu (berdasarkan) demokrasi dan HAM. Demokrasi menuntut transparansi," tutupnya. (ush/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads