Keduanya dibebaskan karena belum ada bukti yang cukup untuk menaikkan status mereka menjadi tersangka. Kasi Pidsus Kejari Maros, Muh Afrisal, mengatakan penyidik akan mencari alat bukti lain.
"Terhadap 2 orang yang di OTT oleh Tim Jaksa Kejari Maros sampai saat ini belum dapat ditetapkan sebagai tersangka atau tidak. Tim Jaksa masih mendalami dan mencari alat bukti yang lain yang dapat mendukung proses pendalaman terhadap perkara ini," kata Muh Afrisal, Jumat (30/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat OTT, tim Kejari Maros menyita duit sekitar Rp 10 juta beserta sejumlah dokumen dan rekaman CCTV sebagai alat bukti. Jaksa juga memeriksa warga yang menyerahkan uang tersebut yang diduga untuk pembuatan akta jual-beli tanah.
Afrisal menegaskan pihaknya akan mengembangkan kasus tersebut. Namun, saat ini, Hatta dan Sofyan tidak ditahan.
"Kami dari tim Jaksa dari Kejari Maros sedang mengembangkan perkara ini untuk bagaimana asas kemanfaatan hukum dapat tercapai demi mewujudkan asas kepastian hukum. Untuk saat ini kedua oknum tersebut sudah kami kembalikan. Tidak ada istilah perpanjangan penahanan OTT," lanjutnya.
![]() |
Penanganan OTT Kejari Maros ini pun dikritik sejumlah pihak. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menyebut kasus itu menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. Direktur LBH Makassar Haswandy Andy Mas mengatakan, dalam OTT, semestinya penyidik lebih mudah menetapkan status tersangka dan menaikkannya ke tahap penyidikan.
"Bahkan diduga proses hukum yang dilakukan itu tidak profesional dan dapat mengarah pada pelanggaran kode etik. Jadi harusnya kasus itu sudah menetapkan tersangkanya. Ini jelas preseden buruk," kata Haswandy.
Ia meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel dalam hal ini pengawas Jaksa turun tangan melakukan pemeriksaan. Selain itu, publik juga bisa melakukan praperadilan jika penyidik tidak menaikkan tahap kasus itu ke penyidikan dan penetapan tersangka.
"Kami minta Kejati Sulsel untuk periksa, karena ada dugaan pelanggaran kode etik penanganannya. Publik juga bisa lakukan praperadilan atas penanganan itu. Kami LBH Makassar siap mendampingi jadi kuasa hukum," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Camat Simbang M Hatta sekalu Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) bersama Sekretaris PPATS diciduk Kejari Maros saat seorang warga menyerahkan uang yang diduga pungli untuk pengurusan Akta Jual Beli (AJB) dua bidang tanah senilai Rp 115 juta dan Rp 81 juta.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 24 tahun 2016 tentang perubahan Peraturan pendaftaran tanah, dan surat edaran Bupati Maros, honorarium PPATS tidak boleh melebihi 1 persen dari harga transaksi yang tercantum dalam akte. Namun, faktanya, oknum ini mematok harga sebesar 3 persen.
Tonton juga video Pelayanan Publik Baik, Pungli dan Korupsi Lenyap:
(tsa/tsa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini