Terdapat 10 anak yang menjadi korban pemerkosaan Muhammad Aris (20), predator anak asal Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto. Yaitu 9 anak di Kabupaten Mojokerto dan 1 anak di Kota Mojokerto. Rata-rata usia korban masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK).
Hak restitusi bagi para korban diatur dalam Pasal 71D ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2OO2 tentang Perlindungan Anak. Sementara petunjuk teknisnya diatur dalam PP nomor 43 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana.
Namun di dalam regulasi tersebut, restitusi untuk para korban dibebankan kepada pelaku atau sang predator anak. Sementara Aris sendiri dari keluarga tidak mampu. Sejak ibunya meninggal sekitar 5 tahun lalu, ayahnya pindah ke Jember.
Dia hidup bersama ketiga kakaknya di rumah yang sangat sederhana. Sebelum ditahan, Aris bekerja di bengkel las Desa Sambiroto, Kecamatan Sooko. Dia mengaku mendapatkan upah rata-rata Rp 280 ribu/pekan. Oleh sebab itu, kecil kemungkinan Aris mampu membayar ganti rugi bagi para korban.
"Kalau seandainya pelakunya tidak bisa membayar karena miskin dan segala macam, itu yang belum ada solusinya," kata Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar usai memberi penghargaan ke aparat penegak hukum di rumah dinas Bupati Mojokerto, Jalan A Yani, Kamis (29/8/2019).
Karena sang predator anak tidak mampu membayar restitusi bagi korban, maka belum jelas siapa yang akan membayarnya. Sementara jika dibebankan kepada negara bakal bertentangan dengan PP nomor 43 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Sehingga PP tersebut harus direvisi untuk mengakomodir kasus di Mojokerto.
Untuk sementara ini, lanjut Nahar, pihaknya akan menemui beberapa korban pemerkosaan Aris di Kabupaten Mojokerto. Hal itu untuk melihat langsung kondisi korban, serta apa saja kebutuhan mereka.
"Karena itu kami melakukan penjajakan dulu kebutuhan korban seperti apa. Kalau misalnya dibutuhkan membuat regulasi untuk mendukung itu, kami dari Perlindungan Anak akan melaksanakannya," terangnya.
Nahar menambahkan, bagi para korban yang menderita lahir dan batin, dibutuhkan pemulihan dengan biaya yang tidak sedikit. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memastikan korban mendapatkan pemulihan.
"Kami mengharapkan restitusi itu bisa langsung untuk korban. Sehingga korban dan keluarganya punya backup untuk pemulihannya. Jangan biarkan keluarga dan korban menghadapi persoalan ini sendirian," tandasnya.
YLBHI Tak Setuju Pelaku Perkosa 9 Anak Dihukum Kebiri:
(iwd/iwd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini