Pro Kontra Soal Hukuman Kebiri Kimia untuk Predator Anak di Mojokerto

Round-Up

Pro Kontra Soal Hukuman Kebiri Kimia untuk Predator Anak di Mojokerto

Suki Nurhalim - detikNews
Selasa, 27 Agu 2019 09:07 WIB
Muhammad Aris (pakai topeng)/Foto file: Enggran Eko Budianto
Surabaya - Hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan Pengadilan Mojokerto terhadap seorang predator anak, Muhammad Aris menimbulkan polemik. Banyak yang setuju, namun ada juga yang menyayangkannya.

Seorang tukang las di Mojokerto dijatuhi hukuman kebiri kimia. Ia juga harus menjalani hukuman penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta karena memerkosa 9 anak.

Tukang las tersebut bernama Muhammad Aris (20), warga Dusun Mengelo, Desa/Kecamatan Sooko, Mojokerto. Sejak 2015, ia telah memperkosa 9 anak. Modusnya, sepulang kerja ia mencari mangsa, lalu memerkosa korban di tempat sepi.

Humas Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto Erhammudin mengatakan, kejahatan yang dilakukan Aris tergolong sangat serius. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, 9 korban rata-rata masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK).

Menurutnya, Aris memilih korbannya secara acak dengan keliling perumahan dan sekolah-sekolah. Saat bertemu korban di tempat sepi, Aris langsung membekap dan memperkosanya. Hasil visum menunjukkan para korban mengalami robek dan pendarahan pada alat vitalnya.

"Ini kejahatan yang sangat serius dan harus diberikan efek jera, juga supaya menjadi pelajaran bagi masyarakat," kata Erhammudin kepada wartawan di kantor PN Mojokerto, Jalan RA Basuni, Kecamatan Sooko, Senin (26/8).

Oleh sebab itu, lanjut Erhammudin, majelis hakim memberikan hukuman tambahan kebiri kimia terhadap Aris dalam vonis 2 Mei 2019. Pidana tambahan tersebut menggunakan dasar hukum UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perpu nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Hingga saat ini eksekusi hukuman kebiri kimia untuk Aris masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung (Kejagung). Banyak yang setuju dengan hukuman kebiri kimia, namun banyak pula yang menentangnya.

Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jatim Asep Maryono di Kejati Jatim mengatakan, hukuman kebiri kimia untuk Aris akan menjadi yang pertama kali di Indonesia. "Sepengetahuan saya iya, memang pertama di Indonesia. Petunjuk teknisnya belum ada karena kami harus meminta petunjuk dari pimpinan," kata Asep.

Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi PKB Marwan Dasopang juga mengaku setuju adanya hukuman kebiri kimia untuk predator anak di Mojokerto. Menurutnya bila tak ada hukuman kebiri kimia, ada kemungkinan korban bertambah.

Kemudian Wakil Ketua Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago menjelaskan 2 jenis kebiri. Yaitu secara kimia dan melalui pembedahan. Menurutnya, kebiri kimia hanya bersifat sementara, sedangkan yang permanen harus melalui pembedahan.

"Namun untuk (pelaku) pedofilia, saya lebih setuju untuk kebiri permanen karena pencabulan terhadap anak bukan cuma menggunakan alat kelamin, tetapi juga bisa dengan alat lain (jari tangan)," kata Irma kepada wartawan.

Dukungan untuk hukuman kebiri kimia pada Aris juga datang dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise. Ia mendukung putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto agar tidak ada ruang bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.


"Kemen PPPA tidak menoleransi segala bentuk kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak. Kemen PPPA mengapresiasi putusan yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto atas pemberlakuan hukuman pidana tambahan berupa pidana kebiri kepada terdakwa," kata Yohana dalam keterangan tertulis.

Sementara Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tak setuju dengan hukuman itu karena dianggap tidak menimbulkan efek jera. "Kalau soal kebiri menurut kami tidak menjawab persoalan. Pertama soal hukuman yang kejam belum tentu, bahkan dalam sejarah menunjukkan hukuman yang kejam tidak serta merta membuat orang menjadi jera," kata Ketua YLBHI Asfinawati di LBH Jakarta, Jl Pangeran Diponegoro, Jakarta Pusat, Minggu (25/8).

Kemudian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengecam putusan hukuman kebiri pada predator anak, Aris. Hal ini dinilai melanggar hak asasi manusia.

Komisioner Komnas HAM, Mochammad Choirul Anam mengatakan sejak awal dibentuk, pihaknya telah menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) ini. Selain itu, Komnas HAM juga meminta Presiden Jokowi bisa menghapuskan perpu ini.

"Terkait hukum kebiri yang pertama adalah sikap Komnas HAM sejak awal sejak dibentuknya peraturan tersebut di perpu itu kami menolak. Kenapa kami menolak, karena kebiri itu melanggar hak asasi manusia," kata Choirul ditemui di Mapolda Jalan Ahmad Yani Surabaya.

Terakhir, pengamat psikologi sosial menilai putusan hukuman kebiri pada Aris kurang tepat. Sebab, selain tidak akan memberikan efek jera, dikhawatirkan menimbulkan persoalan lain ke depannya.

"Sebenarnya kebiri kimia hanya menghentikan dampak pada kemampuan seksualitas. Artinya mereka tidak akan mampu untuk ereksi atau penestrasi jadi itu sebabnya dari sisi medis itu tidak membahayakan. Tetapi dalam konteks psikologis itu bisa membuat dendam berkepanjangan. Jadi malah akan menimbulkan dendam," kata Psikolog sosial Andik Matulessy kepada detikcom.



YLBHI Tak Setuju Pelaku Perkosa 9 Anak Dihukum Kebiri:

[Gambas:Video 20detik]

(sun/bdh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.