"Hari ini LBH-YLBHI 16 kantor seluruh Indonesia menyatakan keprihatinan besar dan kita mengecam adanya peristiwa diskriminasi rasial terhadap warga negara Indonesia khususnya mahasiswa Papua di berbagai wilayah di Indonesia, yang beberapa hari ini di picu di Malang dan Surabaya," kata Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, di gedung LBH, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019).
Dia mempertanyakan soal penegakan hukum terhadap pelaku diskriminasi rasial. Arif mengatakan ada 30 kasus dugaan pelanggaran HAM yang dialami mahasiswa Papua yang mereka dampingi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur LBH Papua Emanuel Gobay mengatakan dirinya juga mengecam dugaan tindakan rasis terhadap mahasiswa. Dia menyebut saat ini ada juga sejumlah kelompok masyarakat yang melakukan aksi damai menentang rasisme di beberapa wilayah.
"Mengecam rasisme itu sendiri tidak hanya di Jayapura, di hari yang saya juga dilakukan di Manokwari, Sorong, rupanya itu berkembang seperti di Yapen, kemudian Nabire, Biak, kemudian di Fakfak dan juga di Timika. Hari ini mungkin di Nabire juga aksi damai dengan tujuan untuk mengecam diskriminasi rasial yang terjadi," jelasnya.
Kepala Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Organisasi YLBHI, Feby Honesta, menyebut ada sejumlah langkah yang harus segera diambil pemerintah terkait dugaan diskriminasi ini. Pertama, Feby mendesak pemerintah mengadili oknum aparat yang terbukti melakukan kekerasan dan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua.
"Kedua, Komnas HAM untuk melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian, TNI, dan ormas," ujarnya.
Dia juga meminta pemerintah memastikan dugaan diskriminasi ini tak terulang. Feby mengingatkan bahwa pemerintah sudah meratifikasi konvensi antidiskriminasi ras dan etnis serta sudah membuat aturan nasional terkait antidiskriminasi.
Baca juga: Presiden Jokowi Segera ke Papua |
"Saya ingin mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi konvensi antidiskriminasi ras dan etnis. Bahkan juga Indonesia telah membuat legislasi nasional terkait dengan antidiskriminasi ras dan etnis sehingga baik secara nasional maupun internasional Indonesia punya kewajiban untuk tidak melakukan atau bahkan justru memberantas praktik-praktik diskriminasi ras dan etnis," ujarnya.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebelumnya mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meminta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian menindak aparat yang terbukti berbuat rasis. Dia mengatakan harus ada hukuman terhadap pelaku rasisme.
"Harus dilakukan upaya penegakan (hukum). Presiden kemarin juga sudah menyampaikan kepada Panglima, kalau memang ada aparatnya yang nyata-nyata melakukan hal seperti itu (rasis), tindak, nggak ada alasan," kata Moeldoko di kantornya, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (22/8).
Kepala Staf Kodam V/Brawijaya Brigadir Jenderal Bambang Ismawan juga mengatakan pihaknya masih melakukan penyidikan. Dia mengatakan personel yang terbukti melakukan pelanggaran bakal diberi hukuman.
"Saya mewakili Pangdam V/Brawijaya menyampaikan bahwa adanya indikasi keterlibatan personel TNI di dalam kejadian di Asrama Papua Kalasan. Kami sampaikan bahwa sekarang dalam proses penyelidikan, kami tidak bermaksud ingin menutupi atau mau melindungi anggota kami, tidak," kata Bambang di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (21/8).
"Nanti pada saatnya kami sampaikan, kalau sampai anggota kami bersalah akan kami berikan hukuman sesuai tingkat kesalahannya," imbuh Bambang. (haf/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini