"Dalam masa sidang V yang durasi hari kerjanya panjang ini Formappi kembali prihatin karena DPR hanya menghasilkan 1 RUU prioritas. Padahal, masih begitu banyak RUU prioritas tersisa yang harus diselesaikan, baik yang belum terjamah sama sekali maupun yang sudah dalam pembicaraan tingkat I," ujar Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo Wiratma, di kantornya dalam konferensi pers 'Etos Kerja Semakin Keropos' di Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Kamis (15/8/2019).
Made menyebut ketidakmampuan DPR memenuhi target pengesahan RUU prolegnas prioritas ini menunjukkan rendahnya kordinasi antar dewan. Meski begitu, Made tetap mengapresiasi DPR meski hanya 1 RUU yang disahkan, yaitu RUU tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Made, DPR sejatinya bisa merampungkan RUU yang ditargetkan pada masa sidang V kemarin. Asalkan, mereka fokus pada isu yang belum tuntas dan sudah disepakati.
"Itu semua memang tidak dilihat sebagai potensi oleh DPR sehingga hasilnya memang selalu minim," tegasnya.
Seperti diketahui, tahun 2019 ini masih ada 52 RUU prioritas yang belum disahkan oleh DPR. Made memprediksi DPR tahun ini tidak akan mampu menuntaskan RUU prioritas ini.
"Mustahil berharap mereka bisa menggenjot lebih banyak dari 5 RUU lagi yang bisa diselesaikan. Ada sejumlah RUU yang mestinya bisa diselesaikan karena menyisakan beberapa isu krusial saja, seperti RUU KUHP, RUU penghapusan kekerasan seksual (PKS), RUU Perkoperasian, RUU Sumber Daya Air, dan juga RUU Jabatan Hakim," jelasnya
Made meminta DPR bisa segera menuntaskan RUU yang disebutnya. Dia juga mengatakan Formappi akan terus mengawasi kinerja DPR hingga akhir masa periode.
Sementara itu, Made juga mengkritik alokasi waktu kerja para anggota dan pimpinan DPR. Menurutnya, DPR masih perlu belajar mengenai manajemen waktu agar bisa memanfaatkan waktu kerja dengan baik.
"Dalam rencana kerja DPR selama masa sidang V tahun 2018-2019, ditentukan bahwa kegiatan fungsi pengawasan dan anggaran dialokasikan 40 persen dari waktu yang tersedia, sedangkan fungsi legislasi dialokasikan 60 persen dari waktu yang tersedia. Namun, dalam realisasinya, dari 189 kegiatan pelaksanaan fungsi, DPR hanya melakukan 13 kegiatan di bidang legislasi atau 6,88 persen saja. Sementara anggaran 67 kegiatan 35,45 persen, dan pengawasan 109 kegiatan 57,67 persen," ucapnya.
"Jadi dari sudut penggunaan alokasi waktu antara rencana dan realisasi sangat jauh, karena legislasi yang seharusnya mendapat 60 persen, dalam kenyataanya hanya dilakukan 6,88 persen," imbuhnya.
Terakhir, Formappi juga mengaku miris dengan peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK oleh anggota DPR F-PDIP, Nyoman Dhamantara. Dia menyebut dengan kembali ditangkapnya anggota DPR menguatkan dugaan adanya permainan di DPR.
"Kasus ini menguatkan dugaan adanya sisi gelap atau permainan oknum DPR, dengan menyalahgunakan jabatan dan pengaruhnya untuk mengambil keuntungan pribadi," pungkasnya. (zap/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini