"Kami dari ICW memberikan apresiasi atas sikap Pak Jokowi yang tidak memberikan jabatan partai politik pada Jaksa Agung," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz, dalam diskusi di ICW, Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau cara pandang dia berangkat dari pengalaman 5 tahun penegakan hukum kita lihat bias dengan berbagai macam tudingan, asumsi, kepentingan politik, mestinya jabatan-jabatan sektor politik dan hukum juga digunakan cara pandang yang sama. Apa saja itu Menkum HAM, Menko Polhukam," ujarnya.
Donal berpendapat masalah konflik kepentingan itu tak serta-merta selesai ketika Jaksa Agung diisi orang nonparpol. Menurutnya, masalah itu bisa berpindah ke posisi kedua menteri tersebut.
"Bukan tidak mungkin hari ini yang ramai dan gaduh itu di posisi Jaksa Agung kalau diberikan kepada politik, Jaksa Agung-nya sudah steril dari politik, masalahnya pindah ke Menko Polhukam, masalahnya pindah ke Menkum HAM," ucapnya.
Menurutnya, kedua posisi menteri itu harus diisi sosok yang mampu menjadi peredam suasana politik yang panas. Hal itu akan meminimalkan tudingan adanya kepentingan politik di balik kebijakan menteri tersebut.
"Mestinya orang yang menduduki jabatan Kemenkum HAM dan Menko Polhukam, istilah padangnya sitawa sidingin, obat dan orang yang mampu menenangkan situasi politik yang panas. Sehingga apa pun yang dilakukan Menko Polhukam, Menkum HAM, bukan lagi dianggap bias dengan kepentingan politik," pungkasnya.
Sebelumnya, Jokowi mengungkap desain kabinetnya di periode kedua sebagai presiden. Dari usia, latar belakang, hingga kementerian baru.
Saat ini, kursi Jaksa Agung diisi M Prasetyo, yang sebelumnya diketahui merupakan kader NasDem. Tapi Jokowi membuat perubahan di kabinet periode keduanya.
"Jaksa Agung pasti bukan dari parpol," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/8).
Tonton juga video Menjawab Kritik ICW soal Seleksi Capim KPK:
(abw/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini