Herman sendiri mengurus 5 jenazah, 3 di antaranya adalah Awal Purbali (Bani), Oki, dan Rukman Rustam di RSDP Serang, pada 23 Desember 2018 atau sehari setelah tsunami. Ketiganya ditagih dalam kuitansi yang dirinci untuk pemulasaraan, formali, dan peti mati dalam dua kuitansi Rp 6,5 juta dan Rp 2,3 juta.
Sedangkan jenazah Windu Andi dan Dylan Sahara, yang datang pada 24 Desember, ditagih Rp 7,3 juta dan 3,2 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk pengurusan setiap jenazah ini, menurut Herman, ia ditagih dan berkomunikasi bersama terdakwa Tb Fathullah dan salah satu anggota forensik yang ia lupa namanya. Saat mengurus salah satu jenazah, bahkan ia diminta agar diberi ekstra-formalin karena kondisi jenazah yang sudah rusak.
"Dia (terdakwa) hanya menjelaskan bahwa jenazah yang sudah rusak harus ekstra-formalin dan ada penanggungan baya," ujar Herman
Saat bertemu dengan terdakwa itu, ia diberi informasi bahwa biaya tersebut sudah termasuk administrasi. Pihak manajemen Seventeen dan keluarga mengaku tidak tahu ternyata pengurusan jenazah saat terjadi bencana adalah gratis.
"Tidak tahu gratis, manajemen (karena kasus ini) hanya meminta diurus sesuai prosedur hukum saja," ujarnya
Akhirnya pemungutan ini pun terkuak ke publik. Kasus ini dibawa ke ranah hukum dan polisi menetapkan 3 orang sebagai tersangka. Sidang pungli ke korban tsunami di RSDP Serang dengan terdakwa Tb Fathullah, Budiyanto, dan Indra Maulana akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Ketiganya didakwa telah melakukan tidak pidana korupsi sebagaimana Pasal 35 ayat 2 UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Tipikor. Terdakwa telah melakukan pungli ke korban jenazah tsunami sebesar Rp 59,9 juta.
Tonton Video Pelayanan Publik Baik, Pungli dan Korupsi Lenyap:
(bri/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini