"Kalau terkait luka-luka yang pasti kita butuh data lebih lanjut karena sampai sekarang belum tahu kami juga mencoba melakukan pendalaman tim kami. Jadi belum, kalau secara langsung sebetulnya tidak ada kekerasan kontak fisik secara berlebih ke peserta tidak ada," kata Warta Wijaya saat dihubungi detikcom, Sabtu (3/8/2019).
Warta menjelaskan peserta yang mengikuti latihan paskibraka berjumlah 50 orang. Mereka mengikuti latihan sejak 9 Juli hingga 10 Agustus 2019. Kemudian mereka akan dikukuhkan sebagai anggota paskibraka pada 11 Agustus 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya memang ada mengepal tapi mengepal itu ada salah satu hukuman. Bukan push up mengepal, kalau kita namanya menganyam, ya kami menyebutnya hukuman yang terberat, saya rasa sifatnya bukan hukuman yang dilakukan secara setiap hari berlarut-larut, itu hukuman terberat apabila sekali, saya rasa bukan makanan yang setiap hari diterima mereka tapi ya hukuman terberat. Saya rasa kalau bekas ya mungkin lagi, pas tidak tepat tapi terkait pola latihan sudah sesuai standar yang kita buat dengan tim pelatih dari unsur TNI dan senior," jelas dia.
Warta juga menjelaskan buku diary milik Aurellia yang disobek saat menjalani latihan itu. Dia mengatakan buku diary memang disobek karena ada beberapa temannya malas menulis buku diary yang menceritakan kegiatan sehari-hari selama mengikuti pelatihan tersebut. Namun beberapa teman Aurellia juga disobek buku diarynya agar mereka kompak menulis.
"Buku diary memang sempat dirobek jadi karena diantara teman-teman ada yang tidak menulis, ada yang malas. Buku diary isinya tentang kesaharian mereka dari segi keseharian di rumah dan lapangan karena latihan sifatnya masih pulang pergi, ya di rumah kita tidak tahu kondisi mereka seperti apa dan bagaimana, kami merasa buku itu penting. Jadi ada teman berkali-kali tidak mau mengerjakan dan malas, jadi kami ada teman pelatih ini masih ranah pembinaan untuk mengingatkan, ibaratnya cuma teguran," ujar dia.
"Jadi yang disobek bukan cuma Aurel tapi semuanya, disobek terus diminta coba ditulis lagi dikasih waktu beberapa hari jadi karena ada beberapa teman kali tidak menulis akhirnya senior memberikan arahan biar teman ayo kompak biar bisa bareng nulis karena fungsi buku itu kami pelatih bis tahu terkait keadaan mereka dan bagaimana keluhannya," lanjut Warta.
Sang ibunda Aurellia, Sri Wahyuniarti sempat mendengar cerita anaknya ditampar saat mengikuti latihan itu. Warta menjelaskan perlu ada pendalaman kepada senior untuk mencari kebenarannya.
"Terkait itu kami masih coba melakukan pendalaman ke senior-senior sampai saat ini masih coba cari tahu, nanti misalkan ada perkembangan. Intinya pola pembinaan kami semua sudah sesuai, sudah dibicarakan sesuai dengan standar. Kami sudah latihan para ahli tentara dibantu dengan arahan dispora," tutur dia.
Aurellia meninggal dunia pada Kamis (1/8) pagi. Aurellia terlihat terjatuh di dapur di rumahnya saat sedang ingin menulis buku diary. Kemudian Aurellia dibawa keluarganya ke rumah sakit, namun tidak lama meninggal dunia.
Kondisi Aurellia tersebut dianggap sang ibunda kelelahan akibat latihan itu yang sangat berat. Tapi Warta menyebut latihan baris berbaris memperlukan fisik yang kuat, sehingga membuat orang kelelahan.
"Kalau capek namanya latihan (paskibraka) seperti ini, ya capek pasti. Kami pun mungkin kondisi jarak rumah yang beda-beda, ada jauh dan dekat. Kalau capek ya pasti namanya latihan didalam latihan sudah tahu semua baris berbaris seperti apa, pasti ada olah tubuh banyak karena kalau ngga capek ya tidak mungkin karena tugas berbaris dan berdiri berjam-jam jadi perlu ada latihan," katanya.
PPI Tangsel juga sudah bertemu pihak keluarga Aurellia dan mereka tidak akan menuntut secara hukum. Keluarga meminta sistem pelatihan paskibraka dievaluasi serta tetap PPI mendampingi peserta paskibraka yang sedang mengikuti pelatihan.
(fai/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini