"Pertama, penyadapan data; kedua, penyimpanan data pribadi; ketiga, pengiriman gambar porno dan ini mengarah juga ke pencemaran nama baik; keempat, pengancaman; kelima, manipulasi data; dan yang keenam, illegal access," terang Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (2/7/2019).
Baca juga: Bahaya Fintech Ilegal Sebar Data Personal |
"Hal itulah yang bisa kita jerat dalam pasal-pasal yang sudah terangkum dalam Undang-Undang ITE. Lebih daripada itu, belum ada kami temukan pasal-pasal lain yang bisa menjerat para fintech-fintech ilegal ini," sambung dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Khusus untuk fintech ilegal, kami tak bisa mengantisipasi dengan maksimal karena hampir sebagian besar, banyak server-servernya yang ada di luar negeri. Di Indonesia hanya 20 persen," ucap Rickynaldo.
Rickynaldo menuturkan fintech yang menaruh servernya di Indonesia mayoritas adalah yang legal atau terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Oleh karena itu, kami sarankan masyarakat tidak melakukan peminjaman dengan fintech ilegal. Karena salah satu yang jadi syarat pokok adalah memberikan data pribadi, jika kita berikan pada orang yang tak bertanggung jawab, bisa disebar, karena kita mengirimkan foto dan KTP," terang Rickynaldo.
Rickynaldo menerangkan umumnya fintech ilegal akan berulah ketika peminjam tak mampu mengembalikan pinjamannya sesuai dengan tanggal jatuh tempo.
"Masalah muncul setelah jatuh tempo lewat itu peminjam gagal bayar. Mulailah muncul tindak pidana yang dilakukan desk collector, kalau di dunia nyata disebut debt collector," tutur dia. (aud/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini