Hakim MK Kaget Saksi PBB NTT Petugas KPPS: Mau Kritik Pekerjaan Sendiri?

Hakim MK Kaget Saksi PBB NTT Petugas KPPS: Mau Kritik Pekerjaan Sendiri?

Ibnu Hariyanto - detikNews
Senin, 29 Jul 2019 12:59 WIB
Sidang MK (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat kaget dengan saksi yang diajukan PBB Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Menurut Arief, seharusnya petugas KPPS tak jadi saksi untuk pemohon.

Saksi tersebut atas nama Ramin Labe. Ramin mengaku selama pileg menjadi petugas KPPS di TPS 02 Desa Alor Kecil, Alor Barat Laut, NTT. Namun di persidangan perkara pileg nomor 100-19-19/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019, ia duduk sebagai saksi untuk PBB sebagai pemohon. Hakim Arief pun kaget dengan keterangan Ramin itu.

"Anda sebagai KPPS, berarti penyelenggara pemilu, kok sekarang ada di pemohon? Anda mau kritik pekerjaan Anda sendiri?" kata Arief di persidangan sengketa Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Senin (29/7/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Keterangan Ramin itu disampaikan melalui video conference dari Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang. Ramin mengatakan, di sidang kali ini, dia diminta sebagai saksi oleh PBB. Arief pun meminta Ramin berbicara jujur.

"Anda itu sebagai petugas KPPS atau saksi? Itu tadi Anda menyebutkan Anda KPPS, betul. Ini jangan nggak jujur loh," ujar Arief.

Ramin kemudian menjelaskan, selama Pileg 2019 ia bekerja sebagai KPPS di TPS 01. Namun, dalam persidangan kali ini, Ramin akan menjelaskan temuannya terkait kejanggalan yang terjadi di TPS 02. Keterangan Ramin itu pun makin membuat Arief bingung.

"Heh! Anda sebagai anggota KPPS (TPS) 02, terus akan menceritakan KPPS (TPS) 01? Anda sesama penyelenggara mengkritik teman-teman Anda sendiri," tanya Arief.

"Iya karena yang dilakukan oleh ketua KPPS 01 tidak betul," jawab Ramin.


Dalam persidangan tersebut, pihak KPU mengajukan keberatan dengan saksi Ramin yang juga selaku petugas KPPS. Arief juga mengatakan seharusnya secara etik petugas KPPS itu di pihak termohon bukan pemohon.

"Oke, tapi ini ada keberatan ya, mestinya Anda itu di kubu termohon, etiknya begitu. Ini ditulis di sini loh Anda sudah mau berbohong, nggak bisa bohong di sini. Anda bisa kena pasal pidana kalau bohong," ucap Arief.

Arief kemudian mengizinkan Ramin memberikan keterangan. Ramin menyebut di TPS 01 terjadi kejanggalan terkait pemungutan suara yang dilakukan oleh ketua KPPS.

"Saat penghitungan suara saya di lokasi di TPS 01, karena di tempat saya (TPS 02) lebih cepat dari TPS 02. Di situ saya melihat kurang puas atas cara perhitungan suara sama ketua KPPS," jelas Ramin.

"Pada keesokan harinya ada informasi dari masyarakat bahwa penghitungan suara itu ada indikasi ada pemaksaan dari petugas KPPS kepada pemilih. Diantar ke bilik suara, diperintahkan untuk coblos salah satu calon," imbuhnya. (ibh/idh)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads