Tradisi yang telah dimulai sejak puluhan tahun silam itu dimulai dengan kirab tumpeng agung beserta hasil bumi. Mulai dari Kantor Kecamatan Watulimo menuju PPN Prigi, Desa Tasikmadu. Upacara adat tersebut rutin digelar setahun sekali setiap bulan Seli dalam penanggalan Jawa.
Ketua Panitia Larung Sembonyo, Nurkawit, mengatakan sedekah laut tersebut merupakan perwujudan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas hasil tangkapan nelayan selama setahun. Selain itu juga sekaligus sebagai pengharapan agar tangkapan nelayan pada periode satu tahun mendatang bisa melimpah.
"Ini adalah bentuk rasa syukur kami dan semoga ke depan hasilnya banyak serta para nelayan dapat melaut dengan aman serta dijauhkan dari mara bahaya," kata Nurkawit saat dikonfirmasi, Rabu (24/7/2019).
Setelah dilakukan kirab keliling desa, tumpeng agung dan aneka sesaji selanjutnya dibawa ke pelataran pelabuhan untuk sejenak mengikuti prosesi seremonial dan doa.
Usai prosesi, tumpeng dibawa ke tengah laut dengan ditarik menggunakan kapal nelayan. Ratusan nelayan lain pun mengikuti prosesi larungan itu dengan menaiki kapal hingga ke tengah teluk. Di tempat yang telah ditetapkan, tumpeng dilepas dan menjadi rebutan para nelayan yang mengejarnya.
Yang menarik, tiga hari sebelum prosesi adat berlangsung, para nelayan di kawasan Prigi dilarang beroperasi atau puasa melaut. Hal ini sebagai simbolisasi agar laut dapat beristirahat.
Larung Sembonyo tersebut saat ini menjadi salah satu daya tarik wisata di kawasan Pantai Prigi Trenggalek. Ribuan masyarakat sekitar turut hadir untuk menyaksikan prosesi upacara adat itu.
Sementara Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin mengapresiasi tradisi larung sembonyo. Ia berharap, tradisi ini terus dilestarikan di tengah kemajuan zaman.
"Ini untuk melestarikan tradisi sekaligus menjadi daya tarik wisata budaya. Sehingga harus dilestarikan," kata Arifin. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini