"Pada prinsipnya KPK mendukung BPK RI dalam melaksanakan tugasnya melakukan perhitungan kerugian keuangan negara berdasarkan permintaan KPK dan berharap agar pengadilan memberikan perlindungan yang tegas pada ahli yang memberikan keterangan di persidangan kasus korupsi," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (16/7/2019).
Febri mengatakan BPK memang berwenang melakukan perhitungan kerugian negara. Kewenangan itu diatur dalam UU 15 tahun 2006 tentang BPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam permohonan itu KPK juga menyinggung putusan majelis hakim PN Cibinong saat mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, menggugat ahli yang dihadirkan KPK dalam persidangan. Putusan itu, kata Febri menyebut kalau ahli tidak dapat dituntut balik secara pidana atau perdata terhadap seluruh keterangan ahli di persidangan.
"Seluruh keterangan ahli baik itu ahli lingkungan, ahli kedokteran, maupun ahli dalam bidang keilmuan yang lain, yang diajukan di persidangan tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana, dengan pertimbangan apabila keterangan ahli tersebut telah dipergunakan oleh majelis hakim dalam pertimbangan putusannya, maka gugatan tersebut sama saja dengan menggugat putusan hakim, di mana hal ini akan membahayakan dan mengancam sistem peradilan kita," ujar Febri menjelaskan isi putusan PN Cibinong.
KPK, kata Febri, punya kepentingan untuk mempertahankan laporan hasil pemeriksaan BPK. Dia menyebut perhitungan itu terkait proses penyidikan terhadap Sjamsul dan istrinya Itjih dalam kasus BLBI.
"KPK menegaskan memiliki kepentingan saat ini untuk mempertahankan laporan hasil pemeriksaan BPK yang menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus ini sejumlah Rp 4,58 Triliun karena penyidikan untuk SJN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih Nursalim) masih terus dilakukan sampai saat ini," ujar Febri.
Selain soal gugatan sebagai pihak ketiga, Febri mengatakan KPK juga memeriksa seorang pengacara, Yusuf Wahyudi, sebagai saksi untuk Sjamsul. Dia disebut sebagai group head II bidang institusional Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bertanggung jawab kepada divisi hukum BPPN dalam menyiapkan legal drafting keputusan kepala BPPN.
"KPK terus mendalami dugaan perbuatan pidana korupsi yang dilakukan tersangka SJN dan ITN dalam perkara ini, termasuk layak atau tidaknya seorang obligor mendapatkan RnD (Release and Discharge) jika masih ada kewajiban yang belum selesai atau ada kondisi missrepresentasi," ucapnya.
"Saksi juga menyatakan bahwa Sjamsul Nursalim tidak layak mendapatkan RnD," sambung Febri.
Sjamsul dan Itjih ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. KPK menduga Sjamsul sebagai pihak yang diperkaya Rp 4,58 triliun dalam kasus ini.
Pihak Sjamsul sendiri telah meminta KPK membatalkan penyidikan Sjamsul dan Itjih dengan alasan Mahkamah Agung (MA) telah memvonis lepasa Eks Ketua BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung dalam kasus BLBI. Pihak Sjamsul juga menggugat BPK terkait audit kerugian negara.
Simak Juga 'Sjamsul Nursalim Diduga di Singapura, Imigrasi Siap Bantu KPK':
(haf/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini