"Saya ingin ingatkan kepada seluruh pemohon, khususnya kuasa hukum, untuk memperhatikan permohonannya bahwa ada perbedaan yang mendasar antara pemilu ulang, penghitungan suara ulang, dan pemungutan ulang. Nanti petitum dan maksudnya ya 'jaka sembung naik ojek' jadinya, nggak nyambung gitu ya," kata hakim konstitusi Saldi Isra di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Petitum harus jelas, jadi kepada seluruh kuasa hukum yang mewakili pihak-pihak yang berperkara di sini, karena tadi saya saya dengar dalam permohonan kadang disebut pemilu ulang, kadang pemungutan ulang, kadang penghitungan ulang. Itu kan beda-beda semua. Secara hukum, dalam konteks hukum, pemilu kita sangat berbeda. Jangan Anda nanti salah menyebutnya, jadi permohonannya jadi kabur," imbuhnya.
Saldi mengingatkan agar tidak ada lagi pihak yang salah memaknai pemilu ulang atau pemungutan suara ulang dan/atau penghitungan ulang pada dalil permohonannya. Sementara itu, hakim konstitusi Aswanto berharap KPU membantu para pemohon menjelaskan perbedaan istilah 'pemilu ulang' dalam jawabannya. Sebab, menurutnya, pemilu ulang adalah mengulang seluruh tahapan pemilu.
"Ini memang sama-sama ulang-ulang semua, tapi konsekuensinya yuridisnya jauh berbeda. Kalau pemilu ulang itu nanti dimulai dari awal, dari tahapan awal kembali. Kalau pemungutan suara ulang dan penghitungan ulang nanti mungkin bisa dijelaskan KPU," kata Aswanto.
Diketahui, hari ini MK menggelar 64 perkara sidang sengketa pileg untuk 5 provinsi. Kelima provinsi itu antara lain Jawa Timur, Aceh, Papua, dan Maluku Utara.
Sebelumnya, MK telah melakukan proses registrasi gugatan pileg. Dari total 340 gugatan, hanya 260 perkara yang diregistrasi MK dan akan disidangkan.
Simak Juga 'Usai Putusan MK, Tensi Politik Masih Tinggi?':
(yld/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini