"Itu di mana-mana subkultur dunia, di lapas bisa ada kejadian seperti itu. Tapi itu yang kita harus cegah, maka pengawasan harus kita lakukan," kata Laoly saat dihubungi, Selasa (9/7/2019).
Namun kondisi overkapasitas rutan dan lapas, disebut Laoly, membuat pengawasan tidak optimal. Sebab, jumlah petugas tidak sebanding dengan jumlah tahanan/napi yang harus diawasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan overkapasitas ini kan sangat sulit bagi kami. Tidak mungkin orang (petugas) ditempatkan di satu sel itu terus-menerus kan? Tidak ada. Jadi kita pengawasan dari luar, inspeksi (berkeliling sel)," papar Laoly.
Laoly menyebut pihak rutan/lapas akan menindaklanjuti temuan napi/tahanan dengan orientasi seks menyimpang.
"Kita teliti, kalau ada yang berperilaku kita pisah agar tidak bisa melakukan seperti itu," sambungnya.
Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar Liberti Sitinjak sebelumnya mengungkapkan temuan adanya gejala seks menyimpang yang dialami warga binaan di sejumlah lapas dan rutan. Hal itu merupakan dampak overkapasitas penjara.
Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar Liberti Sitinjak mengungkapkan lapas-lapas itu kelebihan kapasitas karena saat ini dihuni 23.681 warga binaan. Padahal kapasitasnya hanya 15.658 warga binaan.
"Lapas dan rutan sudah overkapasitas. Ibarat kata, kondisi itu membuat kaki ketemu kaki, kepala ketemu kepala, badan ketemu badan. Dampaknya munculnya homoseksualitas (gay) dan lesbian," ujar Liberti di Bandung, Senin (8/7).
(fdn/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini