"Menurut saya tidak perlu ada rekonsiliasi dan tidak perlu dibesar-besarkan," kata Fadli kepada wartawan di Kompleks Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (8/7) kemarin.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini menganggap perbedaan pilihan politik dalam pemilihan umum adalah hal yang lumrah. Menurutnya, perbedaan yang ada akan mendewasakan masyarakat dalam berdemokrasi, bukan sebaliknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fadli justru menilai dorongan untuk secara dilakukan rekonsiliasi akan semakin mengukuhkan perbedaan di tengah-tengah rakyat. Tak hanya itu, ia menganggap dorongan rekonsiliasi juga akan mempertajam polarisasi.
"Justru semakin mempertajam (polarisasi), seolah-olah harus rekonsiliasi itu mempertajam dan mengukuhkan perbedaan dan perpecahan sebenarnya, seolah-olah memang ada suatu perpecahan yang tajam," tuturnya.
Meski menolak rekonsiliasi, namun Partai Gerindra hingga kini belum memutuskan akan menjadi oposisi atau merapat ke pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin. Gerindra masih menimbang-nimbang berbagai kemungkinan.
Fadli mengatakan, keputusan Partai Gerindra berada di dalam pemerintahan atau menjadi oposisi akan diputuskan dalam rapat internal. Rapat internal tersebut akan mempertimbangkan masukan para tokoh bangsa.
"Kita akan duduk, rapat dan mendengarkan masukan dari kabupaten, dari provinsi, dari daerah-daerah, dari tokoh-tokoh masyarakat, dari ulama, dari tokoh agama, dari tokoh intelektual," ungkap Fadli.
Usai mempertimbangkan masukan dari para tokoh tersebut, lanjutnya, Partai Gerindra akan memutuskan apakah akan menyokong pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin atau menjadi penyeimbang pemerintahan (oposisi).
"Nah, nanti pada waktunya diputuskan (menjadi oposisi atau tidak). Jadi masih jauh lah nanti, tenang saja, ada waktunya. Waktunya belum mepet," tutupnya.
Gerindra: Jokowi Lebih Dekat dengan Kami, Kami yang Bentuk!
(ush/mbr)