"Maka termasuk hal-hal yang detail seperti ini, masalah poligami, itu kan menyangkut masalah syariah. Memang dalam Islam boleh poligami, tapi apakah itu bisa dilegalkan atau tidak, tentu perlu kajian," ujar Yandri di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Namun, menurut Yandri, keberanian melegalkan poligami boleh saja dilakukan selama bernilai positif untuk melindungi anak dan pihak perempuan. Yandri mengatakan, jika diperlukan, Komisi II akan mengadakan kunjungan spesifik ke Aceh atau mengundang DPR Aceh (DPRA) untuk mengetahui latar belakang penyusunan qanun tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, pemerintah provinsi dan DPR Aceh sedang membahas qanun tentang hukum keluarga yang salah satu isinya mengatur soal praktik poligami. Qanun itu telah masuk Program Legislasi (Proleg) pada akhir 2018.
Pembahasan masih terus dilakukan antara lain dengan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) pada 1 Agustus 2019. Rancangan qanun ini lantas menuai pro dan kontra. Salah satu alasan poligami ingin diatur dalam qanun adalah maraknya praktik nikah siri yang terjadi bila pria ingin menikah lagi.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Aceh Musannif mengatakan poligami pada dasarnya diperbolehkan sesuai dengan hukum dalam agama Islam dan telah diatur dalam Alquran. Namun selama ini banyak orang menikahi perempuan secara siri atau tidak tercatat oleh negara sehingga pertanggungjawaban terhadap istri dan anak dari nikah siri itu jadi tidak jelas.
"Selama ini kan karena diperbolehkan oleh hukum Islam, marak terjadi kawin siri yang kita tahu. Maka, dengan maraknya terjadinya kawin siri ini, pertanggungjawaban kepada Tuhan maupun anak yang dilahirkan ini kan lemah," kata Musannif, Sabtu (6/7).
(azr/gbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini