Arkeolog pendamping perawatan Masjid Agung Surakarta, Hareza Eko Prihantoro menjelaskan bahwa cor di bawah tiang saka rawa membuat kayu rapuh, rayap pun menyerbu.
"Air pada bahan cor terperangkap di dalam sehingga glukosa pada kayu muncul. Makanya saya lihat ada koloni rayap yang cukup banyak di dekat cor," ujar Hareza saat berbincang dengan detikcom di Masjid Agung Surakarta, Sabtu (6/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita mulai dengan menyemprotkan insektisida agar rayapnya mati dulu. Setelah itu kita ganti dengan kayu jati semua," kata dia.
Selain saka rawa nomor enam, saat ini saka rawa nomor empat juga sedang diperbaiki. Secara berkala, perbaikan juga akan dilakukan pada saka rawa nomor lima dan satu.
"Pengerjaan diperkirakan rampung dalam tiga pekan. Ini kan bukan proyek, jadi tidak ditarget. Malah nanti kalau harus cepat jadi bumerang, karena hasilnya tidak optimal," katanya.
Sementara itu, pengurus bagian rumah tangga Masjid Agung Surakarta, Mustakim, menambahkan renovasi masjid sebelumnya dilakukan pada tahun 2005 oleh Pemkot Surakarta dan Pemprov Jawa Tengah.
"Dulu ditemukan keretakan di tempat yang sama. Diperbaiki oleh pemkot dan pemprov dengan dana Rp 4 miliar sekaligus untuk renovasi bagian lain," kata dia.
Menurutnya, saka rawa beserta saka guru (tiang utama) di bangunan utama dahulu merupakan peninggalan sejak Keraton Kartasura. Saat berpindah ke Surakarta pada tahun 1975, tiang tersebut ikut dibawa untuk membangun Masjid Agung Surakarta.
"Memang setelah itu beberapa kali ada renovasi. Yang saya ingat itu tahun 1985 renovasi besar-besaran, 2005 di ruang utama, 2012 di serambi, lalu sekarang ada sedikit perbaikan ini," ujarnya.
(bai/sip)