Harga Ayam Anjlok, Ditjen PKH: Ini Kejahatan Ekonomi

Harga Ayam Anjlok, Ditjen PKH: Ini Kejahatan Ekonomi

Erliana Riady - detikNews
Rabu, 26 Jun 2019 10:24 WIB
Ditjen PKH I Ketut Diarmita/Foto: Erliana Riady
Blitar - Anjloknya harga ayam potong hingga Rp 8 ribu/kg merupakan yang terendah sejak 2010 di Blitar. Anjloknya harga disebut-sebut sebagai dampak dari kejahatan ekonomi.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) I Ketut Diarmita menyatakan, masalah harga bukan ranahnya. Tapi menurut Ketut, anjloknya harga ayam merupakan kejahatan ekonomi. Ia minta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera melakukan intervensi.

Alasan pedagang pada peternak, anjloknya harga ayam potong karena over suplai. Sesuai hukum ekonomi, jika over suplai maka harga akan turun. Apalagi jika tidak ada kenaikan permintaan.

"Masalah harga bukan ranah saya. Tapi rasa kasihan dengan peternak, harus segera dicarikan solusinya. Analisa saya, kalau dari peternak harga Rp 8 ribu, sedangkan di pasar basah Rp 22 ribu. Di Jakarta malah Rp 30 ribu sampai Rp 45 ribu/kg Di mana teori berlebihnya kalau pasar belum menikmati harga murah. Siapa yang beruntung dengan disparitas harga yang jauh begini," kata Ketut saat dihubungi detikcom, Rabu (26/6/2019).


Ketut menambahkan, ada pihak yang dengan tidak berperasaan sengaja melakukan ini. Sehingga secepatnya harus ada intervensi dari pihak yang berwenang. Yakni KPPS.

"Menurut saya ini adalah kejahatan ekonomi. Menurut saya maaf, KPPU segera intervensi. Karena ini sudah bentuk persaingan usaha yang tidak sehat," imbuhnya.

Selama ini Ketut selalu turun langsung ke lapangan, ketika para peternak mengalami masalah yang bisa ditangani pihaknya. Namun anjloknya harga ayam, membuat Ketut prihatin. Apalagi ini di luar ranah kewenangannya.

"Dalam kasus ini, saran saya, broker milik integrator unggas didaftar di Kemendag. Ini kunci. Biar mereka tidak semakin liar," lanjutnya.


Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Perwakilan Daerah (KPD) KPPU Surabaya Dendy Rakhmad Sutrisno menyatakan, dalam masalah unggas pihaknya menemukan dua masalah. Yakni panjangnya mata rantai dari peternak sampai pembeli. Kemudian ketergantungan yang tinggi pada pelaku usaha tertentu. Soal mata rantai, menurut Dendy harus segera dipangkas.

"Karena ini sering terjadi. Jangan-jangan peternak kita itu dalam posisi asimetris informasi. Tidak punya informasi cukup, berapa besar daya serap pasar. Harusnya ada peningkatan step kedua bagi peternak untuk membuka lini bisnis kedua," kata Dendy saat dikonfirmasi detikcom.

Soal over suplai, menurut Dendy, komposisi peternak sekarang jauh berbeda dengan tahun 2009. Jika dulu komposisi peternak rakyat 80 persen dan integrator 20 persen. Namun saat ini komposisi itu berbalik. Integrator 80 persen sementara peternak rakyat hanya 20 persen.

"Hari ini kita akan turun ke lapangan. Mana yang tupoksinya KPPU, mana yang tupoksinya dinas teknis harus dibedakan. Kami akan cari beberapa pembuktian," pungkasnya. (sun/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya
Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.