Bermula dari seorang pengusaha bernama Johanes Budisutrisno Kotjo yang ingin menggarap proyek di PLN. Karena kesulitan mendapatkan akses, Kotjo meminta bantuan rekan lamanya yaitu Setya Novanto.
Novanto pun mengarahkan Kotjo pada seorang anggota DPR bernama Eni Maulani Saragih. Dari situ Kotjo dikenalkan Eni ke Sofyan. Namun sebelum bertemu Kotjo, Sofyan lebih dulu bertemu Novanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun Sofyan disebut jaksa menyebut proyek itu sudah ada kandidatnya sehingga memintanya mengalihkan ke proyek lainnya. Selanjutnya Sofyan bertemu Eni dan Kotjo.
"Dalam pertemuan itu, terdakwa menyampaikan kepada Johanes Budisutrisno Kotjo agar ikut proyek Riau saja dengan kalimat, 'Ya sudah kami di Riau aja, jangan mikirin di Jawa karena sudah melebihi kapasitas', yang kemudian disanggupi oleh Johanes Budisutrisno Kotjo," ucap jaksa.
Kotjo pun mengajukan proposal sesuai arahan Sofyan. Singkat cerita Kotjo mendapatkan proyek dengan skema penunjukan langsung.
"Terdakwa menyampaikan bahwa Johanes Budisutrisno Kotjo akan mendapatkan proyek PLTU MT Riau-1 dengan skema penunjukan langsung, di mana anak perusahaan PLN yaitu PT PJB akan memiliki saham konsorsium minimal sebesar 51 persen sesuai dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2016," sebut jaksa.
Dalam perjalanannya jaksa menyebut ada peran Idrus Marham sebagai Sekjen Partai Golkar dan Plt Ketua Umum Partai Golkar yang memberi arahan pada Eni. Singkat cerita, jaksa menyebut Eni dan Idrus menerima suap dari Kotjo sebesar Rp 4,75 miliar. Eni disebut dalam dakwaan itu mengatakan ada pula jatah untuk Sofyan.
Sofyan Basir Cabut Praperadilan, Kuasa Hukum: Fokus Pokok Perkara:
(dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini