"Koalisi gendut akan menyulitkan bagi Presiden untuk berorkestra untuk mewujudkan pembangunan yang dia inginkan," ujar pengamat politik Paramadina Hendri W Satrio kepada wartawan, Selasa (18/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebab terlalu banyak kepala dalam pemerintahannya. Apalagi Jokowi tipikal pemimpin yang transformasional, sementara dalam Koalisi Gendut, topikal pemimpin Karismatik akan lebih bisa mengendalikan koalisinya," katanya.
Tak hanya itu, menurut Hendri, dengan koalisi gendut, oposisi tak lagi memiliki bargaining power yang cukup kuat. Akibatnya, peran oposisi akan semakin berkurang dan semua kebijakan Jokowi akan melenggang tanpa kritikan, khususnya di parlemen.
"Selain itu Koalisi Gendut juga akan merugikan bangsa dan negara sebab oposisi kritis akan kekurangan daya tawar terhadap penguasa, akibatnya oposisi akan cenderung mengikuti maunya penguasa sehingga nyanyian lagu setuju di parlemen akan lebih sering terdengar dibandingkan suara kritis," ujar Hendri.
"Bila hal itu terjadi maka orde baru jilid 2 dapat dipastikan hadir kembali di Indonesia," imbuh dia.
Setelah lebaran sejumlah parpol seperti PAN dan PD memberi sinyal merapat ke Jokowi. Pimpinan parpol koalisi pengusung Jokowi-Ma'ruf Amin pun membuka pintu, meski dibarengi kekhawatiran koalisi bakal gendut.
"Ya pada dasarnya koalisi pendukung 01 ini kan sudah gemuk ya, besar, sehingga di DPR tidak perlu ditambah lagi. Tapi, kalau dalam rangka rekonsiliasi nasional, ya...," kata Cak Imin seusai acara halalbihalal di kantor DPP PKB, Jl Raden Saleh No 9, Jakarta Pusat, Senin (17/6/2019).
Tonton video MK Minta BW Jangan Drama soal Saksi:
(mae/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini