Pergub yang dimaksud ialah Pergub Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E. Pergub ini memuat Pasal yang sifatnya darurat. Dalam pasal 9, disebutkan apabila Perda terkait Reklamasi terbit dan ditetapkan, maka secara otomatis Pergub harus menyesuaikan dengan Perda. Sedangkan resikonya ditanggung oleh para pengembang pulau reklamasi.
"(a) apabila Peraturan Daerah tentang Kawasan Strategis Pantura Jakarta ditetapkan, Peraturan Gubernur ini harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah dimaksud dan segala risiko atas hal tersebut menjadi tanggung jawab pengembang Pulau C, Pulau D dan Pulau E," bunyi pasal dalam Pergub itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anies menarik draf raperda tersebut dari Program Legislasi Daerah 2018 karena aturan tersebut dianggapnya sudah tak sesuai lagi dengan kondisi Ibu Kota saat ini. Anies mengatakan pihaknya akan meninjau ulang seluruh pasal dalam draf raperda tersebut. Dia menegaskan tidak ada pasal yang menjadi prioritas dalam pembahasan ulang nantinya.
Dua raperda yang dimaksud adalah Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta serta Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Sebelumnya, terbitnya IMB Pulau Reklamasi Pantai Maju dipermasalahkan karena landasan hukum yang tak jelas. Anies mengaku terbitnya IMB sudah sesuai dengan Pergub Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau E Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Pergub 206/2016 itulah yang jadi landasan hukum bagi pengembang untuk membangun. Bila saya mencabut Pergub itu, agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya. Lalu membongkar bangunan tersebut maka yang hilang bukan saja bangunannya tapi kepastian atas hukum juga jadi hilang," kata Anies, Kamis (13/6/2019).
Anies khawatir masyarakat takut akan ketidakpastian hukum. Dia ingin tetap mematuhi aturan hukum meski berbeda kebijakan dengan pemerintahan sebelumnya.
"Bayangkan jika sebuah kegiatan usaha yang telah dikerjakan sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat itu bisa divonis jadi kesalahan. Bahkan dikenai sanksi dan dibongkar. Karena perubahan kebijakan di masa berikutnya. Bila itu dilakukan, masyarakat, khususnya dunia usaha, akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum," jelas Anies.
Anies mengatakan produk hukum harus tetap dipatuhi baik suka maupun tidak suka. Dia juga menegaskan lahan yang dibangun hanya sekitar lima persen dari total seluruh Pulau Reklamasi.
"Faktanya pergub itu adalah sebuah dasar hukum. Lahan yang terpakai untuk rumah-rumah itu kira-kira hanya sebesar kurang dari 5% dari lahan hasil reklamasi. Adanya bangunan rumah-rumah itu adalah konsekuensi dari menghargai aturan hukum yang berlaku," jelas Anies.
Penerbitan IMB di Pulau Reklamasi dari Kaca Mata Pengamat:
(rdp/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini