"Tidak (soal unsur politis), saya jamin tidak," kata Luhut di Hotel Akmani, Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Senin (20/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau polisi tidak men-disclose, saya salah satu mendorong untuk mengumumkan. Karena kalau nggak diumumkan, kejadian sekarang, terus satu ketika ada yang membuat, kemudian hari bahwa pemerintah sudah tahu tapi tidak mengingatkan masyarakat, tiba-tiba ada korban, yang salah siapa?" ujar Luhut.
Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi sebelumnya menyoroti imbauan Polri kepada masyarakat agar tidak turun ke jalan dalam jumlah massa yang banyak pada 22 Mei mendatang. BPN menyebut Polri menebar narasi untuk menakuti masyarakat.
"Ini narasi menebar ketakutan dan teror. Hal yang sama juga dilakukan oleh kepolisian ketika aksi 411, 212 dulu. Jadi ini narasi yang berulang-ulang. Narasi teroris politik," ujar Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi Dahnil Anzar Simanjuntak kepada wartawan, Jumat (17/5) malam.
Dahnil mengatakan imbauan polisi agar publik tidak menggelar aksi pada 22 Mei adalah kontradiktif. Apa alasannya?
"Agak kontradiktif pernyataan polisi ini, di satu sisi pemerintah menuduh bahwa aksi-aksi 212 dulu, dan aksi-aksi massa yang tidak percaya dengan pemerintah ditunggangi terorisme, tapi di sisi lain aksi itu akan menjadi target teroris. Lucu memang," kata Dahnil.
Polri sendiri sudah menanggapi komentar Dahnil tersebut. Peringatan itu disampaikan Polri berdasarkan pengakuan para terduga teroris yang ditangkap Densus 88 Antiteror.
"Narasi-narasi (peringatan) itu ada buktinya. Ada pengakuan tersangka terduga teroris, ada bahan peledak, rakitan bom yang berhasil kami amankan dari rumah-rumah terduga pelaku teror. Kalau hanya narasi-narasi tapi tanpa bukti, itu baru hoax," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo kepada detikcom di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (18/5). (ibh/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini