Kisah ini berawal saat Yuli mendaftar lowongan Dukuh Pandeyan, Desa Bangunharjo, Kabupaten Bantul. Singkat cerita, mantan anggota Badan Permusyawarahan Desa (BPD) Bangunharjo ini berhasil mengumpulkan 150 KTP warga dari 100 KTP yang dibutuhkan sebagai syarat mencalonkan diri sebagai dukuh.
Yuli kemudian menjalani sosialisasi dan tes di Fakultas Hukum Universitas Widya Mataram pada 4 Mei 2019. Beberapa tes dijalaninya mulai dari tes psikologi, wawancara, pidato, dan teknologi informasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekitar jam 10 malam itu bapak saya datang ke rumah, bilang sama saya kalau mau didemo karena ranking 1. Terus beberapa hari kemudian ada yang pasang spanduk menolak perempuan jadi dukuh itu," kata Yuli.
Hal ini disampaikan Yuli saat berbincang dengan detikcom di rumahnya, RT 1, Dusun Pandeyan, Desa Bangunharjo, Bantul, Minggu (19/5/2019).
Yuli mengaku saat itu pasrah tapi memendam heran. Yuli juga menyebut, selain karena dia perempuan, warga menolak karena menyebut dirinya galak. Tak hanya itu, suaminya yang merupakan Ketua RT 1 dianggap susah dimintai tandatangan oleh warga.
"Suami saya Ketua RT 1 susah dimintai minta tanda tangan dan dianggap saat RT 1 dapat pemberitahuan PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap) tidak disampaikan warga RT 1," ucapnya.
"Kalau masalah PTSL saya tidak tahu karena saya bukan pokmas (Kelompok masyarakat)," imbuhnya.
Soal penilaian galak, Yuli lagi-lagi mengaku heran.
"Terus kalau galak saya itu galak apa, wong belum jadi Dukuh. Apalagi saya ini guru dan punya murid TK 96 anak, kalau saya galak ya pada pergi mas murid saya itu," kata Yuli.
"Terus kalau bermasalah kok pas daftar (Dukuh) Pansel tidak nolak. Dan salahku kalau perempuan apa, wong syarat tak ikuti semua dan tes hasilnya ranking pertama," ujarnya.
Penolakan ini, berujung pada hal lain. Yuli mengaku rumahnya sempat dilempari kertas oleh pemotor.
"Jumat sekitar jam 11 ada orang lewat depan rumah saya dan bleyer-bleyer motor kenceng banget sambil melempari kertas," cerita Yuli.
Yuli akhirnya dilantik pada Jumat (17/5). Namun masalah tak berhenti di situ. Setelah dia dilantik, ada 4 Ketua RT di wilayahnya yang mengaku mengundurkan diri karena menolak Yuli. Yuli sudah menemui dua di antaranya. Kemudian dia berencana mendatangi dua Ketua RT lainnya usai lebaran.
"Pas saya datangi ternyata (Ketua) RT 4 dan RT 5 tidak mundur. Mereka tanda tangan surat penolakan karena tidak enak saja sama yang mendatangi, jadi yang mundur hanya (Ketua) RT 2 dan RT 3 saja," ujarnya.
Diwawancara terpisah, Mantan Ketua RT 3 menceritakan penolakan dukuh wanita sudah menjadi kesepatan warga sebelum seleksi Dukuh.
"Intinya itu dari awal sebelum pemilihan (Dukuh Pandeyan) warga RT 2 sampai RT 5 (berkeinginan) jangan sampai Dukuh itu perempuan. Meski sebenarnya memang Undang-Undang mengizinkan (perempuan) bisa jadi siapa saja, tapi kan karena alasannya macem-macem dia itu (Yuli Lestari)," ujarnya saat ditemui detikcom di kediamannya.
Pria yang tak mau disebutkan namanya ini juga mengungkap bahwa penolakan ini karena Yuli dan suaminya dianggap memiliki sikap kurang bersahabat.
"Selain itu, dia (Yuli) itu kan beberapa kali...istilah kasarnya ada pelanggaran kepada masyarakat. Mbak Yuli itu di pertemuan PKK Dusun misalkan kata-katanya kurang bagus kepada sesama ibu-ibu PKK, pokoknya kurang mengenakkan gitu kata-katanya," ucapnya.
"Terus, suaminya kan (Ketua) RT.1 dan pernah ada warganya minta surat untuk syarat berobat malah kata-katanya itu istilahnya menghina, padahal warganya sendiri itu," imbuh pria tersebut.
Dia juga menyebut ada masalah lain, yakni saat Yuli tak menyampaikan pesan penting kepada suaminya selaku Ketua RT.
"Belum lama itu suaminya tidak berangkat rapat di Kelurahan (Bangunharjo). Karena dia tidak berangkat, saya kasih tahu (ke Yuli), 'bu, karena suaminya tidak berangkat tolong disampaikan kalau ada pemutihan membuat sertifikat' lhah, ternyata malah tidak disampaikan (ke warga RT 1)," katanya.
"Kemarin (Jumat 17/5) saya ajukan pengunduran diri lewat jalur benar yaitu lewat Kelurahan," imbuhnya.
Tidak hanya itu, masing-masing Ketua Posyandu setiap RT dan PKK juga mengundurkan diri. Menurut mantan RT 3 ini, hal itu akan terus berlangsung hingga Dukuh Pandeyan berganti laki-laki.
"Sampai Dukuhnya ganti laki-laki, dan rencana ini juga itu Ketua Posyandu dan PKK setiap RT mundur semua," katanya.
"Kita juga sudah ada 410 orang yang tanda tangan di surat pernyataan ketidaksetujuan (Yuli) menjadi Dukuh. Surat itu juga sudah diserahkan balai esa dan sudah ke kabupaten juga," sambungnya.
Salah seorang warga RT 3 yang juga enggan disebut namanya mengatakan, alasan penolakan Yuli sebagai dukuh karena dianggap tidak mampu menjalankan tugas sebagai seorang dukuh. Mengingat seorang Dukuh harus selalu ada di tengah-tengah masyarakat, apalagi jika dibutuhkan.
"Sebelum pendaftaran kami sudah menolak wanita jadi dukuh, karena kasihan harus kerja 24 jam. Apalagi kalau ada keributan malam-malam dan ada warga yang meninggal dunia apa bisa langsung standby," kata pria paruh baya ini.
"Yang jelas gini, saya terima lapang dada siapa saja dukuhnya tapi dengan syarat jangan perempuan," imbuhnya.
Ia juga menampik tuduhan terkait adanya demonstrasi saat pelantikan Yuli sebagai Dukuh Pandeyan. Menurutnya, warga RT 3 berkumpul untuk bersama-sama mengawal Ketua RT 3 menyerahkan surat pengunduran diri ke balai desa.
"Kita tidak demo kemarin itu (Jumat 17/5), kita hanya mengantarkan Pak RT (RT 3) mengundurkan diri saja," ucapnya. (sip/)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini