Lantunan ayat Al Quran pun mengalun memenuhi ruang kelas. Suara itu terdengar merdu. Huruf dan harakat terucap jelas. Sebuah surat dari juz 30 pun terbaca hingga tuntas.
Begitulah Ema Dian Pratiwi (19) mengaji. Ketebatasan fisik sebagai tunanetra tak menghentikan tekatnya belajar membaca kalam ilahi.
Dengan media Al Quran braille, Ema tak hanya mengenal huruf. Namun juga menguasai harakat. Bersamaan dengan itu, ilmu tajwid tak lupa dia pelajari.
"Kalau orang normal gampang belajarnya. Tapi kalau saya kan harus belajar dengan cara khusus. Pokoknya harus kerja keras gitu," ucap Ema mengenang saat awal belajar mengaji.
Baca juga: 8 Doa Bulan Ramadhan yang Harus Dibaca |
Keinginan Ema belajar baca Al Quran bangkit sejak usianya masih kanak-kanak. Minat itu kian menggebu kala dirinya duduk di bangku kelas IV.
Pihak sekolah pun tanggap. Para guru berencana mengirim ke sebuah lembaga pelatihan di Semarang. Tujuannya agar pembelajaran lebih intensif.
Tentu saja, Ema menyambut gembira tawaran itu. Terlebih Poniran (63) dan Sutiyem (53), orang tua Ema, langsung merestui kepergian putrinya menuntut ilmu agama.
"Saya berada di sana (Semarang) selama 2 minggu pas libur akhir tahun. Minggu pertama belajar Iqra. Alhamdulillah, minggu kedua langsung bisa baca Al Quran," tutur putri bungsu dari lima bersaudara tersebut.
Sejak itu mengaji menjadi rutinitas keseharian Ema. Tak hanya di sekolah tapi juga di rumah. Sesekali dia juga menyanyi. Menyalurkan hobi tarik suara.
Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tingkat Provinsi Jawa Timur tahun 2018 menjadi kesempatan pertamanya tampil. Di ajang bergengsi itu namanya meraih posisi juara 2 kategori tunanetra.
Dari hasil kejuaraan tersebut, Ema berkesempatan mengikuti training bersama peserta lain perwih juara 1 dan 3. Usai mengikuti pelatihan ketat, Ema terpilih mewakili Jatim tampil pada ajang MTQ Nasional di Bangka Belitung.
Kini Ema duduk di kelas XI SLB Yayasan Keluarga Kependidikan (YKK) Pacitan. Sambil terus menimba ilmu, remaja putri kelahiran Pacitan 11 Mei 2000 itu menggantung mimpi. Cita-citanya adalah menjadi guru.
"Guru itu pekerjaan mulia dan sangat berjasa. Karena bisa berbagi serta menularkan ilmu kepada orang lain," ucapnya dengan kalimat runtut.
Seperti hanya sekolah lain, SLB YKK memberikan porsi kegiatan keagamaan tambahan selama Ramadhan. Aturan itu berlaku bagi semua kelas. Tak terkecuali kelas XI yang hanya dihuni 2 murid.
Ema dan seorang murid lain berjenis kelamin laki-laki selalu terlibat aktif dalam kegiatan. Selain hafalan surat, mereka juga dibiasakan melaksanakan salat dzuhur berjamaah.
"Selama Ramadhan, kita mengadakan kegiatan selain mengaji juga kita melaksanakan salat dzuhur berjamaah di musala," terang Marianto (52) guru kelas XI kepada detikcom. (fat/fat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini