Berikut 7 pertimbangan MK menguatkan eksistensi Pasal Makar, sebagaimana dikutip dari putusan MK, Kamis (9/5/2019):
1. Di negara yang sangat demokrasi sekali pun, pasal makar masih ada. Di negara-negara yang kehidupan demokrasinya telah matang, kejahatan terhadap negara tetap ada. Artinya, keberadaan norma hukum pidana yang mengatur tentang kejahatan terhadap negara an sich tidak serta-merta dapat dijadikan dasar argumentasi untuk menyatakan suatu negara tidak demokratis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
3. Pembukaan UUD 1945 menyebutkan salah satu tujuan untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang berkedaulatan rakyat atau negara yang demokratis. Oleh sebab itu, pasal makar dibutuhkan.
4. Keberadaan ketentuan tentang 'makar' dalam tertib hukum pidana Indonesia adalah bagian dari kewenangan penuh Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat untuk mengaturnya. Oleh sebab itu, keberadaan pasal- pasal tentang 'makar' dalam KUHP tidak dapat diuji konstitusionalitasnya sebab hal itu diturunkan dari prinsip kedaulatan negara.
5. Mahkamah telah berpendapat bahwa delik makar cukup disyaratkan adanya niat dan perbuatan permulaan pelaksanaan, sehingga dengan terpenuhinya syarat itu terhadap pelaku telah dapat dilakukan tindakan penegakan hukum oleh penegak hukum.
6. Pidana makar tidak perlu selesai, seperti pemerintah terguling atau presiden mangkat. Bila ada niat dan permulaan perbuatan, maka orang tersebut bisa dipidana.
7. MK perlu menegaskan bahwa penegak hukum harus berhati-hati dalam menerapkan pasal-pasal yang berkenaan dengan makar sehingga tidak menjadi alat untuk membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dalam negara demokratis yang menjadi salah satu semangat UUD 1945. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini