"Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon adalah sah menurut hukum," kata biro hukum KPK, Evi Laila, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2019).
Menurut Evi, operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Rommy adalah sah dan sesuai dengan ketentuan hukum. Sebab, dalam hal tertangkap tangan, KUHAP telah menentukan bahwa penangkapan dilakukan tanpa Surat Perintah Penangkapan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (2) KUHAP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindakan tangkap tangan tersebut merupakan realisasi dan tindak lanjut segera dari penyelidik atas dari data, informasi, dan komunikasi yang baru saja diperoleh tanpa menunggu perintah dari penyidik," imbuh Evi.
Contohnya, pada saat KPK menemukan peristiwa telah terjadi 'perbuatan aktif' berupa penerimaan uang sebesar Rp 50 juta oleh pemohon Rommy dari Muh Muafaq Wirahadi pada 15 Maret 2019 di Hotel Bumi Surabaya City Resort terkait Seleksi Jabatan pada Kementerian Agama Republik Indonesia Tahun 2019.
Selain itu, KPK menyebut telah memiliki bukti yang cukup untuk melakukan proses penyidikan karena penetapan tersangka pada awal penyidikan yang didasari bukti permulaan yang cukup sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah.
KPK menyebut permohonan Rommy masuk ke materi pokok perkara. Dengan begitu, pembuktian dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi merupakan wewenang mutlak/absolut dari majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
KPK juga menilai Rommy keliru memahami rehabilitasi. Sebab, upaya rehabilitasi yang dapat diajukan oleh tersangka diatur melalui Pasal 97 ayat 1 KUHAP, yaitu seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
KPK berpendapat, penyelidikan bukan objek praperadilan. Sebab, berdasarkan Pasal 1 angka 10 jo Pasal 77 KUHAP dan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 serta Pasal 2 Perma 4/2016, penyelidikan tidak termasuk dalam objek praperadilan.
KPK menilai dalil pemohon yang mengatakan KPK tidak berwenang menangani perkara ini karena kerugian negara kurang dari Rp 1 miliar tidak jelas. Sebab, pemohon tidak secara jelas menguraikan alasan tidak berwenangnya KPK menangani perkara berdasarkan Pasal 11 UU KPK.
"Di satu sisi, pemohon mengakui adanya unsur kerugian negara, namun jumlahnya tidak memenuhi ketentuan. Dan di sisi lain, pemohon mengakui bahwa pasal yang disangkakan tidak mengandung unsur kerugian keuangan negara," ungkapnya.
KPK menyebut batasan kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar bukanlah syarat mutlak. Sebab, ketentuan pasal 11 huruf c pun hanya berlaku untuk kerugian negara dalam pasal 2 dan 3, tidak berlaku untuk delik suap.
Sebelumnya, Rommy meminta hakim tunggal yang mengadili praperadilan yang diajukannya menyatakan status tersangkanya di KPK tidak sah. Sebab, mantan Ketua Umum PPP itu--melalui pengacaranya--menilai penetapan tersangkanya di KPK tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Menyatakan tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi, yaitu penerimaan hadiah atau janji terkait seleksi jabatan pada Kementerian Agama tahun 2018-2019 adalah tidak sah dan bertentangan dengan hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata pengacara Rommy, Maqdir Ismail, ketika membacakan petitum permohonannya, di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (6/5).
Kilah Rommy Ajukan Praperadilan:
(yld/nvl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini